Friday, May 10, 2013

PENGEMBANGAN KURIKULUM



 pengembangan kurikulum, maka kami bagi pembahasan ini menjadi dua yaitu:
1.    Anatomi (Komponen-komponen Kurikulum)
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu.unsur-unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan satu sama lain.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antara komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.[1]
1)   Tujuan
          Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional, merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu program studi. Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran. Yang terakhir ini, masih dirinci lagi menjadi tujuan instruksional umum dan khusus atau disebut juga objektif, yang merupakan tujuan pokok bahasan.[2]
2)   Bahan ajar
Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu:
a)    Sekuens kronologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan waktu, dapat digunakan sekuens kronologis. Peristiwa-peristiwa sejarah, perkembangan historis suatu institusi, penemuan-penemuan ilmiah dan sebagainya dapat disusun berdasarkan skuens kronologis.
b)   Sekuens kausal. Masih berhubungan erat dengan sekuens kronologis adalah sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari sesuatu peristiwa atau situasi lain. Dengan mempelajari sesuatu yang menjadi sebab atau pendahulu para siswa akan menemukan akibatnya. Menurut Rowntree “skuens kausal cocok untuk menyusun bahan ajar dalam bidang meteorologi dan geomorfologi”.
c)    Sekuens struktural. Bagian-bagian bahan ajar suatu bidang studi telah mempunyai struktur tertentu. Penyusunan sekuens bahan ajar bidang studi tersebut perlu disesuaikan dengan strukturnya. Dalam fisika tidak mungkin mengajarkan alat-alat optik, tanpa terlebih dahulu mengajarkan pemantulan dan pembiasan cahaya, dan pemantulan dan pembiasan cahaya tidak mungkin diajarkan tanpa terlebih dahulu mengajarkan masalah cahaya. Masalah cahaya, pemantulan-pembiasan, dan alat-alat optik tersusun secara struktural.
d)   Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat disusun berdasarkan urutan logis. Rowntree melihat perbedaan antarasekuens logis dengan psikologis. Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhanakepada yang kompleks, tetapi menurut sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan kepada bagian, dari yang kompleks kepada yang sederhana. Menurut sekuens logis bahan ajar disusun dari yang nyata kepada yang abstrak, dari benda-benda kepada teori, dari fungsi kepada struktur, dari masalah bagaimana kepada mengapa.
e)    Sekuens spiral, dikembangkan oleh Bruner. Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik atau pokok tersebut bahan diperluas dan diperdalam. Topik atau pokok bahan ajar tersebut adalah sesuatu yang popular dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.
f)    Rangkaian ke belakang. (backward chaining), dikembangkan oleh Thomas Gilbert. Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur kebelakang. Contoh, proses pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah, yaitu: (a) Pembatasan masalah (b) Penyusunan hipotesis, (c) Pengumpulan data, (d) Pengetesan hipotesis, (e) Interpetasi hasil tes. Dalam mengajarnya mulai dengan langkah, (e) kemudian guru  menyajikan data tentang sesuatu masalah dari langkah (a) sampai (d),dan siswa diminta untuk membuat interpretasi hasilnya (e). pada kesempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan siswa diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
g)   Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model ini dikembangkan oleh Gagne, dengan prosedur sebagai berikut: tujuan-tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujun-tujuan tersebut. Gagne mengemukakan 8 tipe yang tersusun secara hierarkis mulai dari yang paling sederhana: signal learning, stimulus-respons learning, motor-chain learning, verbal association, multiple discrimination, concept learning, principle learning, dan problem-solving learning.[3]
3)   Strategi mengajar
          Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau metode mengajar. Pada waktu guru menyusun skuens suatu bahan ajar, ia juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai dengan untuk menyajikan bahan ajar dengan urutan seperti itu.
          Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntee membagi strategi mengajar itu atas Exposition-Discovery Learning dan Groups-Individual Learning. Ausubel and Robinson membaginya atas strategi Reception Learning-Discovery Learning dan Rote Learning-Meaningful Learning.
a)    Reception/Exposition Learning-Discovery Learning.
     Reception dan exposition sesungguhnya mempunyai makna yang sama, hanya berbeda dalam pelakunya. Reception learning dilihat dari sisi siswa sedangkan expotion dilihat dari sisi guru.
b)   Rote Learning-Meaningful Learning.
     Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghafalkannya. Dalam meaningful learning penyampaian bahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausubel and Robinsin sesuatu bahan ajar bermakna bila dihubungkan dengan struktur kognitif yang ada pada siswa.
c)    Group Learning-Individual Learning.
     Pelaksaan discovery learning menuntut menuntut aktivitas belajar yang bersifat individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Discovery learning dalam bentuk kelas pelaksanaannya agak sukar dan mempunyai beberapa masalah. Masalah pertama, karena kemampuan dan kecepatan belajar siswa tidak sama. Dan masalah lain adalah kemungkinan untuk bekerja sama, dalam kelas besar tidak mungkin semua anak dapat bekerja sama.
4)   Media mengajar
          Rowntree mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam dan disebut modes, yaitu Interaksi insani, realita, pictorial, symbol tertulis, dan rekaman suara.
a)    Interaksi insani. Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih. Dalam komunikasi tersebut kehadiran sesuatu pihak secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi perilaku yang lainnya. Terutama kehadiran guru mempengaruhi siswa-siswanya.
b)   Realita. Realita merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang-orang, bintang, benda-benda, peristiwa, dan sebagainya yang diamati siswa.
c)    Pictorial. Media ini menunjukkan penyajian sebagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun symbol, bergerak atau tidak, dibuat diatas kertas, film, kaset, disket, dan media lainnya.
d)   Simbol tertulis, simbol tertulis merupakan media penyajian informasi yang paling umum, tetapi tetap efektif. Ada beberapa macam bentuk media simbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket program belajar, modul, dan majalah-majalah.
e)    Rekaman suara. Berbagi bentuk informasi dapat disampaikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara.[4]
5)   Evaluasi
          Komponen utama selanjutnya setelah rumusan tujuan, bahan ajar, strategi mengajar, dan media mengajar adalah evaluasi dan penyempurnaan. Tiap kegiatan akan memberikan umpat balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan balik tersebut digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan baik bagi penentuan dan perumusan tujuan mengajar, penentuan sekuens bahan ajar, strategi, dan media mengajar.
a)    Evaluasi hasil belajar-mengajar
     Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasiformatif dan evaluasi sumatif.
     Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek.
     Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang pendidikan.
b)   Evaluasi pelaksanaan mengajar
     Komponen-komponen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar-mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran (yang menyangkut skuens bahan ajar), strategi dan media pengajaran, serta komponen evaluasi mengajar sendiri.[5]
2.    Desain Kurikulum
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
a.    Subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
b.    Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
c.    Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
          Walaupun bertolak dari hal yang sama, dalam suatu pola desain terdapat beberapa variasi desain kurikulum. Dalam subject centered design, dikenal ada: the subject design, the disciplines design dan the broad fields design. Pada problems centered design dikenal pula dengan areas of living design dan the core design.
3. Dasar Pengembangan Kurikulum
a.    Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa disekolah. Merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Disana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat dan kemampuan guru diuji untuk mewujudkan kurikulum yang nyata dan hidup sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembngan masyarakat.[6]
b.    Dengan prinsip dan model pengembangan kurikulum yang telah dikembangakan dalam lembaga pendidikan akan lebih jelas jika kita memandang kurikulum sebagai sebuah komponen dasar dan tubuh kurikulum dengan komponen ini akan lebih jelas dalam mengerahkan anak didik sebagai subyek didik yang harus dikembangkan. Menurut Nana Syaodih komponen kurikulum terdiri dari :
1)   Tujuan-tujuan kurikulum
2)   Bahan ajar (materi)
3)   Strategi (metode)
4)   Media (alat)
5)   Evaluasi pengajaran
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar.[7]
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Seiring perkembangan tatanan masyarakat yang ditandai oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tuntutan adanya kurikulum yang sesuai dengan zamannya menjadi relevan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kurikulum menurut Nana Syaodih adalah :
a.    Perguruan tinggi, dimana perguruan tinggi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perkembangan dalam perkembangan dalam pendidikan serta persiapan guru (tenaga pendidik) yng memahami terhadap bidangnya.
b.    Masyarakat, sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk hidup dimasyarakat.
c.    Sistem nilai, dimana lingkungan terdapat sistem nilai yang menentukan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dibentuk oleh masyarakat hendaknya mampu memelihara dan meneruskan nilai-nilai pemahaman nilai hendaknya tidak dipahami secara kognitif dan menghafal tetapi tetapi perlu internalisasi nilai-nilai terhadap siswa.[8]
5. Hambatan-hambatan
  Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan antara lain:
a)    Kemampuan guru, hambatan yang dilami karena kurang waktu, kurang kerjasama dengan guru lain, pengetahuan yang kurang.
b)   Masyarakat sebagai umpan balik
c)    Biaya sebagai kekuatan finansial.[9]
Sedangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserts didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum Berbasis Kompetensi diarahkan untuk mengembangkan kemampuan, pemahaman, pengetahuan, nilai, sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.[10]
Kurikulum ini sendiri sebagai pergeseran penekanan dari content atau isi (apa yang tertuang) ke kompetensi (bagaimana harus berfikir, belajar dan melakukan) dalam kurikulum. Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat dibilang sebagai kurikulum humanistik, karena kurikulum humanistik lebih memberikan tempat utama kepada anak didik.
Kurikulum Berbasis Kompetensi sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)        Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal.
2)        Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
3)        Penyampaian pada pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4)        Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar yang lainnya memenuhi unsure edukatif.
5)        Penilaian menekankan pada proses dan hasil dalam upaya penguasa atau pencapaian suatu kompetensi.[11]
Sedangkan kalau kita melihat konsep kurikulum bahwa dalam upaya menerapkan, mengimplementasikan dan mengelola kurikulum memiliki peranan yang meliputi :
a)    Peranan Konservatif
Kurikulum harus mampu menafsirkan dan mewariskan nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam masyarakat yang mengandung makna dalam membina perilaku anak didik.
b)   Peranan Kreatif
Kurikulum harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti harus menyusun atau mendesain pengalaman belajar yang bersumber dari masyarakat dan dibuat dalam bentuk mata pelajaran yang akan disajikan pada anak didik. Upaya ini dapat membantu mengembangkan semua potensi yang ada pada anak didik. Dengan demikian, kurikulum diharapkan akan dapat membawa para siswa menuju masyarakat yang berbudaya, ini berarti bahwa kurikulum harus mampu mendorong dan membuat para siswa berkembang daya kreatifnya.
c)    Peran Kritis dan Evaluatif
Kurikulum amat berperan aktif sebagai kontrol sosial dan menekankan pada unsur berfikir kritis.[12]
Jadi sebuah kurikulum itu harus memiliki peranan aktif dan evaluatif guna pengembangan dalam proses belajar.
      Maka dari itu Kurikulum Berbasis Kompetensi harus bisa berperan secara konservatif, kreatif, kritis dan evaluatif, sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia (out put pendidikan) yang perofesional dan kreatif.


[1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Ketiga, 2000), hlm. 102.
[2] Ibid., hlm. 103.
[3] Ibid., hlm. 105-107
[4] Ibid., hlm. 108-109.
[5] Ibid., hlm. 110-112.
[6] Ibid,hlm.150
[7] Ibid, hlm. 102-110


[8] Nana Syaodih, Op. Cit, hlm. 158-159
[9] Nana Syaodih, Pengembangan kurikulum, op.cit, hlm. 160-161.
[10] Hilda Taba, dalam tulisan S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 39.
[11] Departemen Pendidikan Nasional, Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang, 2002), hlm. 3.
[12] Iskandar Wiryokusumo, Usman Mulyadi, Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 7-9.

1 comment: