Friday, May 10, 2013

GURU AGAMA ISLAM



A.    Guru Agama Islam

1.      Pengertian Guru Agama Islam
Pendidik merupakan salah satu faktor urgen dan juga penentu dalam pendidikan, karena pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membentuk watak, perangai, tingkah laku, dan kepribadian peserta didik. Sedangkan menurut istilah yang lazim dipergunakan bagi pendidik adalah guru. Guru sering diidentifikasikan kepada pengertian pendidik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman A.M, bahwa guru memang pendidik, sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatih beberapa keterampilan  dan terutama sikap mental peserta didik.[1]
            Kedua istilah tersebut (pendidik dan guru) mempunyai kesesuaian, artinya perbedaannya adalah istilah guru yang sering kali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal, non formal maupun informal. Untuk mengetahui pengertian guru, penulis akan mengemukakan pendapat dari para ahli pendidikan, di antaranya:
a.      Menurut A. Muri Yusuf Berpendapat, guru adalah
20
 
individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Individu yang mampu tersebut adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, orang yang sehat jasmani dan rohani dan individu yang mampu berdiri sendiri serta mampu menerima resiko dari segala perbuatannya.[2]
b.     Menurut Basyiruddin Usman guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, fasilitas belajar mengajar dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.[3]
c.      Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya ilmu pendidikan teoritis dan praktis mengemukakan bahwa guru adalah semua orang yang telah memberikan suatu ilmu tertentu atau kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang.[4]
Dari berbagai pendapat para ahli di atas dapat dipahami bahwa guru atau pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, dengan sengaja memberikan pertolongan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohani sehingga anak mampu hidup mandiri dan bertanggung jawab. Pemberian pertolongan bukan berarti bahwa peserta didik makhluk yang lemah tanpa memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum mencapai tingkat optimal. Karena itulah perlunya bimbingan dari guru.
Dalam pasal 39 Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidik atau guru adalah:
            Tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, sehingga melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik di perguruan Tinggi.[5]

Dari pengertian ini terlihat bahwa pengertian pendidik lebih dititik beratkan kepada tugas pendidik yang harus dilaksanakan secara operasional dalam pembelajaran, yaitu merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran dan menilai hasil pembelajaran. Selain itu pendidik juga bertugas membimbing dan melatih peserta didik menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa serta melakukan penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat.
Berdasarkan berbagai pengertian pendidik atau guru di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidik atau guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab untuk mendidik, melatih, membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani peserta didik secara optimal. Dengan tujuan agar peserta didik mampu menjalankan tugas-tugasnya di masa akan datang, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
Setelah penulis mengemukakan pengertian guru secara umum, maka selanjutnya akan mengemukakan pengertian guru agama Islam. Secara umum pengertian guru agama dapat diartikan guru yang mengajarkan mata pelajaran agama.[6] Menurut Ahmad D. Marimba bahwa pendidik Islam atau guru  agama adalah orang yang bertanggung jawab mengarahkan dan membimbing anak didik berdasarkan hukum-hukum agama Islam.[7]
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa guru agama Islam adalah orang yang mengajarkan bidang studi agama Islam. Guru agama juga diartikan sebagai orang dewasa yang memiliki kemampuan agama Islam secara baik dan diberi wewenang untuk mengajarkan bidang studi agama Islam untuk dapat mengarahkan, membimbing dan mendidik peserta didik berdasarkan hukum-hukum Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
2.      Syarat-syarat Guru Agama Islam
Untuk menjadi guru agama Islam haruslah memenuhi beberapa syarat. Soejono sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan, bahwa syarat-syarat guru adalah:
1)    Tentang umur, harus sudah dewasa.
2)    Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
3)    Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
4)    Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.[8]
Dari pendapat pakar di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru harus sudah dewasa usianya, sehat jasmani artinya seorang guru tidak boleh mempunyai penyakit, misalnya penyakit menular, seorang guru juga memiliki kemampuan mengajar serta harus berkesusilaan dan mempunyai dedikasi tinggi. Oleh karena itu seorang guru harus bisa memenuhi syarat tersebut di atas.
Menurut Nur Uhbiyati bahwa syarat-syarat untuk menjadi guru agama adalah:
a.       Dia harus orang yang beragama
b.      Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama
c.       Dia tidak kalah dengan guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air
d.      Dia harus memiliki perasaan panggilan murni.[9]

Jadi, syarat yang paling utama yang harus dimiliki oleh guru Agama Islam adalah harus beragama Islam dan mengamalkan ajaran Agama Islam dengan baik. Maksudnya, mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya serta mengetahui hukum-hukum yang ada dalam Islam. Selain harus beragama Islam, guru Agama Islam mesti bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya dan juga anak didiknya di sekolah serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan Agama Islam, dalam arti kata guru Agama Islam mesti mengajar sambil berdakwah supaya orang yang diajarkannya memiliki kesadaran dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT dan membentuk anak didiknya menjadi warga Negara yang demokratis. Selain itu, seorang guru Agama Islam harus memiliki perasaan panggilan murni di dalam hatinya untuk menyebarkan dan mengajarkan Agama Islam.
Sedangkan Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa tidak sembarangan orang dapat melakukan tugas guru. Tetapi orang tertentu yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yaitu:
(1)   Bertaqwa kepada Allah SWT.
(2)   Berilmu.
(3)   Sehat jasmani.
(4)   Berkelakukan baik.[10]
Dari pendapat di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru agama adalah bertaqwa kepada Allah SWT kemudian mempunyai ilmu pengetahuan. Karena seorang guru akan mentranfer ilmu pengetahuan tersebut kepada anak didiknya. Sehat jasmani juga merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang guru artinya guru tidak boleh cacat fisiknya. Selain itu guru juga harus berkelakuan baik artinya seorang guru harus memberikan contoh teladan bagi anak didiknya.  
Menurut Ramayulis ada enam syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru agama. antara lain sebagai berikut:
1.    Syarat Fisik.
Seorang guru harus berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, dan tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian, kebersihan dan keindahan.
2.    Syarat Psikis.
Seorang guru harus sehat rohaninya, tidak mengalami gangguan jiwa, stabil emosinya, sabar, ramah, mempunyai jiwa pengabdian, bertanggung jawab dan memiliki sifat-sifat positif lainnya.
3.    Syarat Keagamaan
Seorang guru harus seorang yang beragama dan mengamalkan agamanya. Di samping itu ia menjadi sumber norma dari segala norma agama yang ada.
4.    Syarat Teknis
Seorang guru harus memiliki ijazah pendidikan guru, seperti ijazah Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah atau ijazah keguruan lainnya. Ijazah tersebut harus disesuaikan dengan tingkatan lembaga pendidikan tempat ia mengajar.
5.      Syarat Paedagogis
Seorang guru harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang ia ajarkan. Ia juga harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan agar ia dapat menempatkan diri dalam kehidupan anak dan memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan anak.
6.      Syarat Administratif
Seorang guru harus diangkat oleh pemerintah yayasan atau lembaga lain yang berwenang mengangkat guru, sehingga ia diberi tugas untuk mendidik dan mengajar.[11]
Dari pendapat di atas, dapat penulis pahami bahwa selain harus sehat jasmani dan rohani, guru juga harus memiliki ijazah keguruan dan harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan supaya bisa memberikan pelajaran dan bimbingan sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Jadi, untuk menjadi seorang guru agama Islam itu tidaklah mudah, berbagai syarat yang harus dipenuhi supaya proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Apabila seorang guru agama Islam tidak memenuhi persyaratan tersebut maka tujuan yang ditetapkan tidak akan tercapai dengan baik. 
3.      Peranan Guru Agama Islam
Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peranan guru tidak bisa digantikan oleh siapapun, karena guru merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran.
Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan perantara aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan.[12] Sebagai pendidik, guru harus menempatkan dirinya sebagai pengarah dan pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik ke arah titik maksimal yang dapat mereka capai.
 Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada pencerdasan otak (intelegensi) saja, melainkan juga berusaha membentuk seluruh pribadi peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan pengembangannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia. Kemampuan tersebut berkembang menurut sistem nilai-nilai yang dijiwai oleh norma-norma agama serta perikemanusiaan.[13] Dengan demikian kegiatan mendidik lebih luas dari areal kegiatan mengajar. Walaupun  begitu tujuannya adalah tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional.
            Adanya pandangan di atas menuntut suatu konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranannya dalam proses pembelajaran. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam  berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Adapun peranan guru dalam proses pembelajaran mengandung banyak hal yaitu:
1.      Korektor
2.      Inspirator
3.      Informator
4.      Organisator
5.      Motivator
6.      Inisiator
7.      Fasilitator
8.      Pembimbing
9.      Demonstrator
10.  Pengelola kelas
11.  Mediator
12.  Supervisor
13.  Evaluator.[14]
Dari peranan di atas terlihat bahwa motivasi merupakan salah satu peranan  yang harus dimiliki oleh seorang guru (pendidik). Karena motivasi adalah salah satu faktor yang turut menentukan kefektifan pembelajaran. Karena motivasi adalah ”suatu proses atau pendorong untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan”.[15] Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi peserta didik, sehingga dapat mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini peranan guru dalam memotivasi peserta didik belajar menurut Nana Saodih Sukmadinata sebagaimana dikutip oleh Nursyamsi antara lain adalah:
1.    Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan.
2.    Memiliki bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan peserta didik.
3.    Memilih cara penyajian yang bervariasi.
4.    Memberikan sasaran dan kegiatan yang jelas.
5.    Memberikan kesempatan kepada peseta didik untuk sukses.
6.    Berikan kemudahan dan bantuan dalam belajar.
7.    Berikan pujian, ganjaran atau hadiah.
8.    Penghargaan terhadap pribadi anak.[16]

Oleh karena itu seorang guru harus dapat membangkitkan motivasi peserta didik diantaranya adalah menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam pelajaran yang akan dilaksanakan. Menggunakan metode yang bervariasi juga dapat membangkitkan motivasi karena siswa tidak merasa bosan dalam belajar. Adapun dalam rangka upaya memotivasi belajar peserta didik ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan oleh guru, diantaranya:
1.     Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya.
2.     Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan  kepada peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar. Peserta didik juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.
3.     Peserta didik harus selalu diberi tahu tentang hasil belajarnya.
4.     Pemberian pujian dan hadiah lebih baik dari pada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
5.     Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu peserta didik.
6.     Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual peserta didik, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang, dan sikap terhadap sekolah atau subjek tertentu.
7.     Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar ke arah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.[17]
Berdasarkan kutipan di atas hendaknya guru harus dapat menerapkan prinsip-prinsip di atas agar peseta didik giat belajar dan merasa tertarik terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu,  seorang guru harus berusaha agar topik yang dipelajari menarik bagi peserta didik. Seorang guru harus bisa membedakan kemampuan anatara peserta didik, karena kemampuan setiap peserta didik tidak sama.
Lebih lanjut H. M. Arifin menjelaskan bahwa prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis yang memperlancar proses pendidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam  adalah:
1.      Prinsip memberikan suasana kegembiraan.
2.      Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut.
3.      Prinsip kebermaknaan bagi peserta didik.
4.      Prinsip pra syarat.
5.      Prinsip komunikasi terbuka.
6.      Prinsip pemberian pengetahuan yang  baru.
7.      Prinsip memberikan model prilaku yang baik.
8.      Prinsip praktek (pengalaman) secara aktif.
9.      Prinsip-prinsip lainnya: Prinsip kasih sayang dan prinsip bimbingan dan penyuluhan terhadap peserta didik. [18]
Dengan demikian seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip di atas, karena dengan adanya prinsip tersebut guru dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan menerapkan prinsip tersebut maka akan dapat membantu guru memperlancar proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Menurut Decce dan Grawford ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar peseta didik, yaitu:
1.      Menggairahkan peserta didik
Dalam kegiatan pembelajaran guru harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat peserta didik dalam belajar yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu bagi peserta didik menurut cara dan kemampuannya sendiri. Untuk dapat meningkatkan kegairahan peserta didik, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai keadaan awal setiap peserta didiknya.
2.      Memberikan harapan realistis
Guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis setiap peserta didik di masa lalu. Dengan demikian guru dapat membedakan antara harapan-harapan yang realistis, pesimis atau terlalu optimis. Apabila peserta didik telah banyak mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan sebanyak mungkin keberhasilan peserta didik  harapan yang diberikan tentu saja terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang. Harapan yang tidak realistis adalah kebohongan dan itu yang tidak disenangi peserta didik.
3.      Memberikan insentif
Apabila peserta didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah bisa berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya atas keberhasilannya, sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
4.      Mengarahkan prilaku peserta didik
Mengarahkan prilaku peserta didik adalah tugas guru. Di sini kepada guru dituntut untuk memberikan respon terhadap peserta didik yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Peserta didik yang diam yang membuat keributan dam sebagainya harus diberikan teguran secara bijaksana. Cara mengarahkan perilaku peserta didik dapat berupa penugasan, bergerak mendekati, memberi hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan dengan perkataan yang ramah dan baik.[19]
­Demikian upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, namun motivasi merupakan karakteristik internal individu yang tidak dapat diajarkan sebagai suatu konsep atau suatu keterampilan. Untuk itu ada resep  umum untuk meningkatkan motivasi belajar, karena terlalu banyak keragaman dan karakteristik siswa. Suatu hal yang harus diupayakan secara maksimal oleh guru adalah menjadikan kegiatan belajar sebagai suatu yang menarik dan menghibur dalam pandangan peserta didik, di samping memuat manfaat dan nilai pengetahuan.
4.      Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama Islam
Kemuliaan dan ketinggian derajat guru yang diberikan oleh Allah SWT disebabkan mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan olah guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang juga bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Dalam Al-Qur’an  surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى اْلخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ, وَأُوْلَئِكَ هُمْ اْلمُفْلِحُوْنَ.
Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar  merekalah orang-orang yang beruntung”.[20]
Profesi seorang guru juga dapat dikatakan sebagai penolong orang lain, karena penyampaian hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain dapat melaksanakan ajaran Islam. Dengan demikian akan tertolong-tolonglah orang lain dalam memahami ajaran Islam. Hal yang sama sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Mustafa Al-Maraghi bahwa orang yang diajak bicara dalam hal ini adalah umat yang mengajak kepada kebaikan, yang mempunyai dua tugas yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang mungkar.[21]
Sedangkan menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah diterangkan bahwa Allah memerintahkan orang yang beriman untuk menempuh jalan yang luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebaikan dan makruf.[22]
Berdasarkan penjelasan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju dewasa yang sesuai  tujuan yang agamis yaitu membentuk agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dengan demikian bahwa tugas dan tanggung jawab guru, terutama guru agama Islam adalah menyampaikan ajaran Allah dan Sunnah rasul sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi:
حد  ثنا أبو عا صم الضحاك بن مخلد أخبر نا الأوزاعى حد ثنا حسان بن عطية عن أبى كبشة عن عبد الله بن عمرو أن النبى- صلى الله عليه وسلم  قال بلغوا عنى ولو ايه،  (رواه البخارى)
Artinya: ”Diriwayatkan oleh Abu ’Ashim Ad-Dukhak bin Mukhallad telah menceritakan kepada kami, Al-Auza’i telah mengkhabarkan kepada kami, Hasan bin Athiyah telah menceritakan kepada kami , bahwa riwayat itu dari Abi Kabsah, dari Abdullah bin Umar bahwasanya Nabi bersabda: Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat”.(HR. Bukhari).[23]
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui termasuk pendidik atau guru adalah menyampaikan apa yang diketahuinya (ilmu) kepada orang yang tidak mengetahui. Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru terutama guru agama Islam, M. Athiyah Al-Abrasyi yang mengutip pendapat Imam Ghazali mengemukakan bahwa:
1.      Seorang guru harus memiliki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka seperti terhadap anaknya sendiri.
2.      Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi dengan mengajar itu bermaksud mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepadanya.
3.      Memberikan nasehat kepada anak murid pada setiap kesempatan.
4.      Mencegah murid dari suatu akhlak yang tidak baik.
5.      Memperhatikan tingkat akal pikiran dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya.
6.      Jangan menimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain.
7.      Memberikan pelajaran yang jelas dan pantas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak.
8.      Seorang guru harus mengamalkan ilmu-ilmu yang dimilikinya dan jangan berlainan antara perkataan dan perbuatan.[24]
Tugas dan tanggung jawab guru sebagaimana yang dikemukakan di atas menunjukkan tugas dan tanggung  jawab yang mesti dilaksanakan ketika seorang guru melaksanakan proses pembelajaran. Dengan kata lain, ketika berlangsungnya interaksi belajar mengajar terdapat tugas tersendiri yang mesti dilaksanakan oleh guru di luar materi pelajaran, sebagaimana tugas dan tanggung jawab di atas.
Menurut Henry Noer Ali tugas guru agama Islam adalah:
a.    Tugas pensucian, guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatan diri kepada Allah, menjauhkan dari keburukan dan menjaga agar tetap berada pada fitrahnya.
b.    Tugas pengajaran, guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.[25]
Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa Guru  merupakan orang yang mempunyai peranan penting dalam membina kepribadiaan siswa. Guru tidak sekedar menuangkan ilmu ke dalam otak anak didik. Sementara jiwa dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai dengan ideologi, falsafah dan apalagi agama. Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dsan asusila, mana perbuatan moral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti guru berikan ketika ada di kelas, di luar kelas pun sebaiknya guru harus mencontohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.
Secara umum tanggung jawab guru Agama meliputi tiga hal:
1)      Tanggung jawab dalam upaya pengembangan kurikulum
2)      Tanggung jawab mengembangkan profesi
3)      Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.[26]
Tanggung jawab dalam upaya pengembangan kurikulum  mengandung arti guru selalu dituntut untuk mencari gagasan baru atau ide-ide baru, menyempurnakan praktek pendidikan khususnya dalam bidang pengajaran.Tanggung jawab dalam pengembangan profesi pada dasarnya adalah panggilan untuk mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya dan tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Sebagian tugas dan tanggung jawab profesi  guru harus dapat membina hubungan baik dengan masyarakat dalam meningkatkan pendidikan.
Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Hal ini senada dengan pendapat Paul Suparno, ia mengatakan bahwa:
             Tugas guru agama Islam itu adalah mendidik dan mengajar. Mendidik artinya mendorong dan membimbing peserta didik agar maju menuju kedewasaan secara utuh yang mencakup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, spiritual, dan moral. Sedangkan mengajar adalah membantu dan melatih peserta didik agar mau belajar untuk mengetahui sesuatu dan mengembangkan pengetahuan.[27]

Dengan demikian, Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Samsul Nizar juga mengungkapkan bahwa mendidik merupakan rangkaian mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan.[28] Jadi, tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar, di samping itu juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Dari jabaran di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tugas guru dalam pendidikan agama Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik.Tugas seorang guru juga harus dapat menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan mengembangkan ilmu yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, dan membentuk peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia.


[1] Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakata: Raja Grafindo,
1990), h. 135
                [2] A. Muri  Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), Cet. Ke 2,  h. 53
                [3] Basyiruddin Usman, Strategi Belajar Mengajar dan Media Pendidikan, (Jakarta: Quatum Press, 2002), h. 2
[4] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda karya, 1994), h. 126

[5]  Undang-Udang Sistem Pendidikan Nasional 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 5
                [6] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), Cet. Ke 2, h. 228
                [7] Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam,  (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), h. 98
[8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h.80
[9] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h.74
[10] Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal 41-42
[11] Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Padang: The Minangkabau Foundation press, 2004), h. 41
[12] Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (Penerapan dalam Pendidikan Agama), (Surabaya: Citra Media, 1996), h. 54
[13] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 118
                [14] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 43-48
[15] Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), h. 15
[16] Nursyamsi, Psikologi Pendidikan, (Padang: Baitul Hikmah Press, 2003), h. 121-122
[17] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Konsep, Karakteristik dan Implementasi), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 114-115
[18] H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),  h. 199-209
[19] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., h. 135
[20] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Semarang: Toha Putra, 1996), h. 115
[21] Ahmad Al-Musthafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, Terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang: Toha Putra, 1993), h. 36
[22] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta: Lentera Ilahi, 2006), h. 173
[23] Muhammad bin Ismail  bin Ibrahim (Al-Bukhari), Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Darul Al-Fikr, 1981), Juz 12, h. 174
[24] M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,Terj.  Bustami A. Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 143-144
[25]Henry Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1998), Cet. Ke-42, h. 95-96.
[26] Piet A. Suhertian dan Alaida Suhertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Inservice Education, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. Ke-1, h. 38 
[27] Paul Suparno, Guru Demokrasi di Era Reformasi, (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 26
[28] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002, h. 72

2 comments: