A.
Guru
Agama Islam
1.
Pengertian
Guru Agama Islam
Pendidik merupakan salah satu faktor
urgen dan juga penentu dalam pendidikan, karena pendidik mempunyai tanggung
jawab yang besar dalam membentuk watak, perangai, tingkah laku, dan kepribadian
peserta didik. Sedangkan
menurut istilah yang lazim dipergunakan bagi pendidik adalah guru. Guru sering
diidentifikasikan kepada pengertian pendidik. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Sardiman A.M, bahwa guru memang pendidik, sebab dalam
pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru
juga melatih beberapa keterampilan dan terutama
sikap mental peserta didik.[1]
Kedua istilah tersebut (pendidik dan guru) mempunyai
kesesuaian, artinya perbedaannya adalah istilah guru yang sering kali dipakai di
lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal,
non formal maupun informal. Untuk mengetahui pengertian guru, penulis akan
mengemukakan pendapat dari para ahli pendidikan, di antaranya:
a.
Menurut A.
Muri Yusuf Berpendapat, guru adalah
|
b. Menurut Basyiruddin Usman
guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar
mengajar, fasilitas belajar mengajar dan peranan lainnya yang memungkinkan
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.[3]
c. Menurut Ngalim
Purwanto dalam bukunya ilmu pendidikan teoritis dan praktis mengemukakan bahwa
guru adalah semua orang yang telah memberikan suatu ilmu tertentu atau kepandaian
kepada seseorang atau sekelompok orang.[4]
Dari
berbagai pendapat para ahli di atas dapat dipahami bahwa guru atau pendidik
adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, dengan
sengaja memberikan pertolongan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani
dan rohani sehingga anak mampu hidup mandiri dan bertanggung jawab. Pemberian
pertolongan bukan berarti bahwa peserta didik makhluk yang lemah tanpa memiliki
potensi, hanya saja potensi tersebut belum mencapai tingkat optimal. Karena
itulah perlunya bimbingan dari guru.
Dalam pasal
39 Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidik atau guru adalah:
Tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, sehingga
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik di
perguruan Tinggi.[5]
Dari pengertian ini terlihat bahwa
pengertian pendidik lebih dititik beratkan kepada tugas pendidik yang harus
dilaksanakan secara operasional dalam pembelajaran, yaitu merencanakan,
melaksanakan proses pembelajaran dan menilai hasil pembelajaran. Selain itu
pendidik juga bertugas membimbing dan melatih peserta didik menjadi orang yang
berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa serta melakukan
penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat.
Berdasarkan berbagai pengertian pendidik
atau guru di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidik atau guru adalah orang
dewasa yang bertanggung jawab untuk mendidik, melatih, membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani peserta didik
secara optimal. Dengan tujuan
agar peserta didik mampu menjalankan tugas-tugasnya di masa akan datang, baik
sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
Setelah
penulis mengemukakan pengertian guru secara umum, maka selanjutnya akan
mengemukakan pengertian guru agama Islam. Secara umum pengertian guru agama
dapat diartikan guru yang mengajarkan mata pelajaran agama.[6] Menurut Ahmad D. Marimba bahwa
pendidik Islam atau guru agama adalah
orang yang bertanggung jawab mengarahkan dan membimbing anak didik berdasarkan hukum-hukum
agama Islam.[7]
Dari
pengertian di atas dapat dipahami bahwa guru agama Islam adalah orang yang
mengajarkan bidang studi agama Islam. Guru agama juga diartikan sebagai orang
dewasa yang memiliki kemampuan agama Islam secara baik dan diberi wewenang
untuk mengajarkan bidang studi agama Islam untuk dapat mengarahkan, membimbing
dan mendidik peserta didik berdasarkan hukum-hukum Islam untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
2.
Syarat-syarat
Guru Agama Islam
Untuk menjadi guru agama Islam haruslah
memenuhi beberapa syarat. Soejono sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan,
bahwa syarat-syarat guru adalah:
1)
Tentang
umur, harus sudah dewasa.
2)
Tentang
kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
3)
Tentang
kemampuan mengajar, ia harus ahli
4)
Harus
berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.[8]
Dari pendapat pakar di atas dapat
penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru harus sudah dewasa usianya,
sehat jasmani artinya seorang guru tidak boleh mempunyai penyakit, misalnya
penyakit menular, seorang guru juga memiliki kemampuan mengajar serta harus
berkesusilaan dan mempunyai dedikasi tinggi. Oleh karena itu seorang guru harus
bisa memenuhi syarat tersebut di atas.
Menurut Nur Uhbiyati bahwa
syarat-syarat untuk menjadi guru agama adalah:
a.
Dia harus
orang yang beragama
b.
Mampu
bertanggung jawab atas kesejahteraan agama
c.
Dia tidak
kalah dengan guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air
d.
Dia harus
memiliki perasaan panggilan murni.[9]
Jadi, syarat yang paling utama yang
harus dimiliki oleh guru Agama Islam adalah harus beragama Islam dan
mengamalkan ajaran Agama Islam dengan baik. Maksudnya, mengerjakan apa yang
diperintahkan oleh Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya serta
mengetahui hukum-hukum yang ada dalam Islam. Selain harus beragama Islam, guru
Agama Islam mesti bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya dan juga anak
didiknya di sekolah serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan Agama Islam,
dalam arti kata guru Agama Islam mesti mengajar sambil berdakwah supaya orang
yang diajarkannya memiliki kesadaran dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba
Allah SWT dan membentuk anak didiknya menjadi warga Negara yang demokratis.
Selain itu, seorang guru Agama Islam harus memiliki perasaan panggilan murni di
dalam hatinya untuk menyebarkan dan mengajarkan Agama Islam.
Sedangkan Zakiah Daradjat
mengemukakan bahwa tidak sembarangan orang dapat melakukan tugas guru. Tetapi
orang tertentu yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yaitu:
(1)
Bertaqwa kepada Allah SWT.
(2)
Berilmu.
(3)
Sehat jasmani.
(4)
Berkelakukan baik.[10]
Dari pendapat di atas dapat penulis
pahami bahwa syarat untuk menjadi guru agama adalah bertaqwa kepada Allah SWT kemudian
mempunyai ilmu pengetahuan. Karena seorang guru akan mentranfer ilmu
pengetahuan tersebut kepada anak didiknya. Sehat jasmani juga merupakan salah
satu syarat untuk menjadi seorang guru artinya guru tidak boleh cacat fisiknya.
Selain itu guru juga harus berkelakuan baik artinya seorang guru harus
memberikan contoh teladan bagi anak didiknya.
Menurut Ramayulis ada enam syarat
yang harus dipenuhi oleh seorang guru agama. antara lain sebagai berikut:
1.
Syarat
Fisik.
Seorang guru harus berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang
mungkin mengganggu pekerjaannya, dan tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang
menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian, kebersihan dan
keindahan.
2.
Syarat
Psikis.
Seorang guru harus sehat rohaninya, tidak mengalami gangguan jiwa,
stabil emosinya, sabar, ramah, mempunyai jiwa pengabdian, bertanggung jawab dan
memiliki sifat-sifat positif lainnya.
3.
Syarat
Keagamaan
Seorang guru harus seorang yang beragama dan mengamalkan agamanya.
Di samping itu ia menjadi sumber norma dari segala norma agama yang ada.
4.
Syarat
Teknis
Seorang guru harus memiliki ijazah pendidikan guru, seperti ijazah
Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah atau ijazah keguruan lainnya.
Ijazah tersebut harus disesuaikan dengan tingkatan lembaga pendidikan tempat ia
mengajar.
5.
Syarat Paedagogis
Seorang guru harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang
akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang ia
ajarkan. Ia juga harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan
psikologi pendidikan agar ia dapat menempatkan diri dalam kehidupan anak dan
memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan anak.
6.
Syarat
Administratif
Seorang guru harus diangkat oleh pemerintah yayasan atau lembaga
lain yang berwenang mengangkat guru, sehingga ia diberi tugas untuk mendidik
dan mengajar.[11]
Dari pendapat di atas, dapat penulis
pahami bahwa selain harus sehat jasmani dan rohani, guru juga harus memiliki
ijazah keguruan dan harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan
diajarkan dan harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi
pendidikan supaya bisa memberikan pelajaran dan bimbingan sesuai dengan
perkembangan peserta didik.
Jadi, untuk menjadi seorang guru agama
Islam itu tidaklah mudah, berbagai syarat yang harus dipenuhi supaya proses
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Apabila seorang guru agama Islam tidak memenuhi persyaratan tersebut
maka tujuan yang ditetapkan tidak akan tercapai dengan baik.
3.
Peranan
Guru Agama Islam
Guru mempunyai peranan yang sangat
penting dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peranan guru tidak bisa
digantikan oleh siapapun, karena guru merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam
proses pembelajaran.
Tugas guru
yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan
perantara aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan.[12] Sebagai pendidik, guru
harus menempatkan dirinya sebagai pengarah dan pembina pengembangan bakat dan
kemampuan peserta didik ke arah titik maksimal yang dapat mereka capai.
Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak
hanya terbatas pada pencerdasan otak (intelegensi) saja, melainkan juga
berusaha membentuk seluruh pribadi peserta didik menjadi manusia dewasa yang
berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan pengembangannya untuk
kesejahteraan hidup umat manusia. Kemampuan tersebut berkembang menurut sistem
nilai-nilai yang dijiwai oleh norma-norma agama serta perikemanusiaan.[13] Dengan demikian kegiatan
mendidik lebih luas dari areal kegiatan mengajar. Walaupun begitu tujuannya adalah tugas dan tanggung jawab
guru sebagai tenaga profesional.
Adanya pandangan di atas menuntut suatu konsekuensi
kepada guru untuk meningkatkan peranannya dalam proses pembelajaran. Peranan guru
ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa,
sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Adapun peranan
guru dalam proses pembelajaran mengandung banyak hal yaitu:
1.
Korektor
2.
Inspirator
3.
Informator
4.
Organisator
5.
Motivator
6.
Inisiator
7.
Fasilitator
8.
Pembimbing
9.
Demonstrator
10.
Pengelola kelas
11.
Mediator
12.
Supervisor
13.
Evaluator.[14]
Dari peranan
di atas terlihat bahwa motivasi merupakan salah satu peranan yang harus dimiliki oleh seorang guru
(pendidik). Karena motivasi adalah salah satu faktor yang turut menentukan
kefektifan pembelajaran. Karena motivasi adalah ”suatu proses atau pendorong
untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan”.[15] Peserta didik akan
belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan
kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor
pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan
membangkitkan motivasi peserta didik, sehingga dapat mencapai tujuan belajar.
Dalam hal ini peranan guru dalam memotivasi peserta didik belajar menurut Nana
Saodih Sukmadinata sebagaimana dikutip oleh Nursyamsi antara lain adalah:
1. Menjelaskan manfaat
dan tujuan dari pelajaran yang diberikan.
2. Memiliki bahan
pelajaran yang betul-betul dibutuhkan peserta didik.
3.
Memilih cara
penyajian yang bervariasi.
4. Memberikan sasaran
dan kegiatan yang jelas.
5. Memberikan kesempatan
kepada peseta didik untuk sukses.
6. Berikan kemudahan dan
bantuan dalam belajar.
7.
Berikan pujian,
ganjaran atau hadiah.
8.
Penghargaan
terhadap pribadi anak.[16]
Oleh karena itu seorang guru harus
dapat membangkitkan motivasi peserta didik diantaranya adalah menjelaskan
tujuan yang akan dicapai dalam pelajaran yang akan dilaksanakan. Menggunakan
metode yang bervariasi juga dapat membangkitkan motivasi karena siswa tidak merasa
bosan dalam belajar. Adapun dalam rangka upaya memotivasi belajar
peserta didik ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan oleh guru, diantaranya:
1.
Peserta didik akan belajar lebih giat apabila
topik yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya.
2.
Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan
diinformasikan kepada peserta didik
sehingga mereka mengetahui tujuan belajar. Peserta
didik juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.
3.
Peserta
didik harus selalu diberi tahu tentang hasil belajarnya.
4.
Pemberian pujian dan hadiah lebih baik dari pada
hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
5.
Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin
tahu peserta didik.
6.
Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual
peserta didik, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang, dan sikap terhadap
sekolah atau subjek tertentu.
7.
Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan
jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa
guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga
setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta
mengarahkan pengalaman belajar ke arah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi
dan mempunyai kepercayaan diri.[17]
Berdasarkan
kutipan di atas hendaknya guru harus dapat menerapkan prinsip-prinsip di atas
agar peseta didik giat belajar dan merasa tertarik terhadap apa yang
disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, seorang guru harus berusaha agar topik yang
dipelajari menarik bagi peserta didik. Seorang guru harus bisa membedakan
kemampuan anatara peserta didik, karena kemampuan setiap peserta didik tidak
sama.
Lebih
lanjut H. M. Arifin menjelaskan bahwa prinsip-prinsip metodologis yang
dijadikan landasan psikologis yang memperlancar proses pendidikan Islam yang
sejalan dengan ajaran Islam adalah:
1.
Prinsip memberikan
suasana kegembiraan.
2. Prinsip memberikan
layanan dan santunan dengan lemah lembut.
3.
Prinsip kebermaknaan
bagi peserta didik.
4.
Prinsip pra
syarat.
5.
Prinsip komunikasi
terbuka.
6.
Prinsip pemberian
pengetahuan yang baru.
7. Prinsip memberikan
model prilaku yang baik.
8.
Prinsip praktek
(pengalaman) secara aktif.
9. Prinsip-prinsip
lainnya: Prinsip kasih sayang dan prinsip bimbingan dan penyuluhan terhadap
peserta didik. [18]
Dengan
demikian seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip di atas, karena
dengan adanya prinsip tersebut guru dapat menerapkannya dalam proses
pembelajaran. Sehingga dengan menerapkan prinsip tersebut maka akan dapat membantu
guru memperlancar proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
Menurut Decce
dan Grawford ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan
cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar peseta didik, yaitu:
1.
Menggairahkan
peserta didik
Dalam kegiatan pembelajaran
guru harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Guru
harus memelihara minat peserta didik dalam belajar yaitu dengan memberikan
kebebasan tertentu bagi peserta didik menurut cara dan kemampuannya sendiri. Untuk
dapat meningkatkan kegairahan peserta didik, guru harus mempunyai pengetahuan
yang cukup mengenai keadaan awal setiap peserta didiknya.
2.
Memberikan
harapan realistis
Guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
keberhasilan atau kegagalan akademis setiap peserta didik di masa lalu. Dengan demikian guru dapat membedakan
antara harapan-harapan yang realistis, pesimis atau terlalu optimis. Apabila
peserta didik telah banyak mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan
sebanyak mungkin keberhasilan peserta didik
harapan yang diberikan tentu saja terjangkau dan dengan pertimbangan
yang matang. Harapan yang tidak realistis adalah kebohongan dan itu yang tidak
disenangi peserta didik.
3.
Memberikan
insentif
Apabila peserta didik mengalami keberhasilan, guru
diharapkan memberikan hadiah bisa berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya
atas keberhasilannya, sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan usaha
lebih lanjut untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
4.
Mengarahkan
prilaku peserta didik
Mengarahkan prilaku peserta
didik adalah tugas guru. Di sini kepada guru dituntut untuk memberikan respon
terhadap peserta didik yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar di
kelas. Peserta didik yang diam yang membuat keributan dam sebagainya harus
diberikan teguran secara bijaksana. Cara mengarahkan perilaku peserta didik dapat
berupa penugasan, bergerak mendekati, memberi hukuman yang mendidik, menegur dengan
sikap lemah lembut dan dengan perkataan yang ramah dan baik.[19]
Demikian
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, namun
motivasi merupakan karakteristik internal individu yang tidak dapat diajarkan
sebagai suatu konsep atau suatu keterampilan. Untuk itu ada resep umum untuk meningkatkan motivasi belajar,
karena terlalu banyak keragaman dan karakteristik siswa. Suatu hal yang harus
diupayakan secara maksimal oleh guru adalah menjadikan kegiatan belajar sebagai
suatu yang menarik dan menghibur dalam pandangan peserta didik, di samping
memuat manfaat dan nilai pengetahuan.
4. Tugas dan Tanggung
Jawab Guru Agama Islam
Kemuliaan
dan ketinggian derajat guru yang diberikan oleh Allah SWT disebabkan mereka
mengajarkan ilmu kepada orang lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan olah guru adalah mengajak orang lain
berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang juga
bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى اْلخَيْرِ
وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ, وَأُوْلَئِكَ
هُمْ اْلمُفْلِحُوْنَ.
Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar merekalah orang-orang
yang beruntung”.[20]
Profesi seorang
guru juga dapat dikatakan sebagai penolong orang lain, karena penyampaian
hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain dapat melaksanakan
ajaran Islam. Dengan demikian akan tertolong-tolonglah orang lain dalam memahami
ajaran Islam. Hal yang sama sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Mustafa Al-Maraghi
bahwa orang yang diajak bicara dalam hal ini adalah umat yang mengajak kepada
kebaikan, yang mempunyai dua tugas yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang
berbuat yang mungkar.[21]
Sedangkan
menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah diterangkan bahwa Allah memerintahkan
orang yang beriman untuk menempuh jalan yang luas dan lurus serta mengajak
orang lain menempuh jalan kebaikan dan makruf.[22]
Berdasarkan
penjelasan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju
dewasa yang sesuai tujuan yang agamis
yaitu membentuk agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dengan
demikian bahwa tugas dan tanggung jawab guru, terutama guru agama Islam adalah
menyampaikan ajaran Allah dan Sunnah rasul sesuai dengan sabda Rasulullah yang
berbunyi:
حد ثنا أبو عا صم الضحاك بن مخلد أخبر نا الأوزاعى
حد ثنا حسان بن عطية عن أبى كبشة عن عبد الله بن عمرو أن النبى- صلى الله عليه
وسلم قال بلغوا عنى ولو ايه، (رواه البخارى)
Artinya: ”Diriwayatkan oleh Abu ’Ashim Ad-Dukhak bin Mukhallad
telah menceritakan kepada kami, Al-Auza’i telah mengkhabarkan kepada kami, Hasan
bin Athiyah telah menceritakan kepada kami , bahwa riwayat itu dari Abi Kabsah,
dari Abdullah bin Umar bahwasanya Nabi bersabda: Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat”.(HR. Bukhari).[23]
Berdasarkan
hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan
oleh orang yang mengetahui termasuk pendidik atau guru adalah menyampaikan apa
yang diketahuinya (ilmu) kepada orang yang tidak mengetahui. Apabila dilihat
dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru
terutama guru agama Islam, M. Athiyah Al-Abrasyi yang mengutip pendapat Imam
Ghazali mengemukakan bahwa:
1. Seorang guru harus
memiliki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka
seperti terhadap anaknya sendiri.
2. Tidak mengharapkan
balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi dengan mengajar itu bermaksud
mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepadanya.
3. Memberikan nasehat
kepada anak murid pada setiap kesempatan.
4. Mencegah murid dari
suatu akhlak yang tidak baik.
5. Memperhatikan tingkat
akal pikiran dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya.
6. Jangan menimbulkan
rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain.
7. Memberikan pelajaran
yang jelas dan pantas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak.
8. Seorang guru harus
mengamalkan ilmu-ilmu yang dimilikinya dan jangan berlainan antara perkataan
dan perbuatan.[24]
Tugas dan
tanggung jawab guru sebagaimana yang dikemukakan di atas menunjukkan tugas dan
tanggung jawab yang mesti dilaksanakan
ketika seorang guru melaksanakan proses pembelajaran. Dengan kata lain, ketika
berlangsungnya interaksi belajar mengajar terdapat tugas tersendiri yang mesti
dilaksanakan oleh guru di luar materi pelajaran, sebagaimana tugas dan tanggung
jawab di atas.
Menurut Henry Noer Ali tugas
guru agama Islam adalah:
a. Tugas pensucian, guru
hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat
mendekatan diri kepada Allah, menjauhkan dari keburukan dan menjaga agar tetap
berada pada fitrahnya.
b. Tugas pengajaran,
guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta
didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.[25]
Berdasarkan
kutipan di atas dapat dipahami bahwa Guru merupakan orang yang mempunyai peranan penting
dalam membina kepribadiaan siswa. Guru tidak sekedar menuangkan ilmu ke dalam
otak anak didik. Sementara jiwa dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan mudah, tetapi untuk
membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang
dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu
dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai dengan ideologi, falsafah dan
apalagi agama. Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu
kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dsan asusila, mana
perbuatan moral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti guru berikan ketika ada
di kelas, di luar kelas pun sebaiknya guru harus mencontohkan melalui sikap,
tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan
perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.
Secara umum tanggung jawab guru Agama
meliputi tiga hal:
1) Tanggung jawab dalam
upaya pengembangan kurikulum
2) Tanggung jawab
mengembangkan profesi
Tanggung
jawab dalam upaya pengembangan kurikulum
mengandung arti guru selalu dituntut untuk mencari gagasan baru atau
ide-ide baru, menyempurnakan praktek pendidikan khususnya dalam bidang
pengajaran.Tanggung jawab dalam pengembangan profesi pada dasarnya adalah
panggilan untuk mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan
tanggung jawab profesinya dan tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan
oleh orang lain. Sebagian tugas dan tanggung jawab profesi guru harus dapat membina hubungan baik dengan
masyarakat dalam meningkatkan pendidikan.
Tugas guru
agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik ia juga
bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Hal ini
senada dengan pendapat Paul Suparno, ia mengatakan bahwa:
Tugas guru agama Islam itu adalah
mendidik dan mengajar. Mendidik artinya mendorong dan membimbing peserta didik
agar maju menuju kedewasaan secara utuh yang mencakup kedewasaan intelektual,
emosional, sosial, fisik, spiritual, dan moral. Sedangkan mengajar adalah
membantu dan melatih peserta didik agar mau belajar untuk mengetahui sesuatu
dan mengembangkan pengetahuan.[27]
Dengan
demikian, Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik
ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Samsul
Nizar juga mengungkapkan bahwa mendidik merupakan rangkaian mengajar, memberi
dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan.[28] Jadi, tugas pendidik
bukan hanya sekedar mengajar, di samping itu juga bertugas sebagai motivator
dan fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga seluruh potensi peserta
didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Dari
jabaran di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tugas guru dalam
pendidikan agama Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan
peserta didik.Tugas seorang guru juga harus dapat menciptakan situasi yang
kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan mengembangkan ilmu
yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, dan membentuk
peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia.
1990), h. 135
[4] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung:
Remaja Rosda karya, 1994), h. 126
[8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h.80
[9] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan
Islam , (Bandung: Pustaka Setia,
1998), h.74
[10] Zakiyah Daradjat, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal 41-42
[11] Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Padang: The
Minangkabau Foundation press, 2004), h. 41
[12] Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (Penerapan dalam Pendidikan Agama),
(Surabaya: Citra Media, 1996), h. 54
[15] Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1990), h. 15
[17] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis
Kompetensi, (Konsep, Karakteristik dan Implementasi), (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 114-115
[19] Syaiful Bahri Djamarah, Op.
Cit., h. 135
[20] Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, ( Semarang: Toha Putra, 1996), h. 115
[21] Ahmad Al-Musthafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, Terj.
Bahrun Abu Bakar, (Semarang: Toha Putra, 1993), h. 36
[22] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Quran, (Jakarta: Lentera Ilahi, 2006), h. 173
[23] Muhammad bin Ismail bin Ibrahim
(Al-Bukhari), Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Darul Al-Fikr, 1981), Juz 12,
h. 174
[24] M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,Terj. Bustami A. Gani, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1987), h. 143-144
[25]Henry Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1998), Cet. Ke-42,
h. 95-96.
[26] Piet A. Suhertian dan Alaida Suhertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Inservice
Education, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. Ke-1, h. 38
[27] Paul Suparno, Guru Demokrasi di Era
Reformasi, (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 26
[28] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002, h. 72
Seep
ReplyDeleteBagus, manfaat sekali
ReplyDelete