A.
Pondok
Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren merupakan suatu lembaga
pendidikan Islam yang melembaga di Indonesia, dimana kyai dan santri hidup
bersama dalam suatu asrama yang memiliki bilik-bilik kamar sebagai ciri-ciri
esensialnya dengan berdasarkan nilai-nilai agama Islam. Pondok pesantren
mempunyai 5 elemen dasar yaitu pondok, mesjid, pengajaran kitab-kitab klasik
Islam, santri dan kyai.
Kelima elemen di atas merupakan
elemen dasar yang dimiliki sebuah pesantren. Pesantren dikatakan lengkap
apabila telah memiliki kelima elemen di atas dan masing-masing mempunyai fungsi
tersendiri dalam pembinaan santri melalui kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan
baik dalam bidang fisik maupun mental santri di pondok pesantren.
|
Kata pondok pesantren terdiri dari
dua kata, “pondok” dan “pesantren”. Jika ditelusuri, kata ini tidak seutuhnya
berasal dari bahasa Indonesia. Akar kata pondok disinyalir terambil dari bahasa
Arab, “funduk” yang berarti hotel atau asrama[1].
Menurut Manfred Dalam Ziemek (1986) kata pesantren berasal dari kata “santri”
yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran –an yang berarti menunjukkan tempat, maka
artinya adalah tempat para santri.[2]
Pesantren adalah lembaga pendidikan
keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga
pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah,
pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta
didik pada pesantren disebut santri yang umumnya menetap di pesantren. Tempat dimana
para santri menetap, di lingkungan pesantren, disebut dengan istilah pondok.
Dari sinilah timbul istilah pondok pesantren.[3]
M. Arifin memberikan defenisi pondok pesantren sebagai
berikut :
“Suatu lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan
sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui
sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari Leadership
seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat
kharismatik serta independent dalam segala hal”.[4]
Lembaga Research Islam
(pesantren luhur), sebagaimana dikutip oleh Mujamil Qamar, mendefenisikan
pesantren sebagai “suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima
pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat
tinggalnya”. Dalam penelitian ini, Mujamil Qamar memberikan defenisi pesantren
yang lebih singkat, yaitu “suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang
menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal
santri yang bersifat permanent”.[5]
Jadi, yang dimaksud dengan pondok
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dengan menetap dalam asrama
(pondok) dengan seorang kyai, tuan guru sebagai tokoh utama dan masjid sebagai
pusat lembaga dan menampung peserta didik (santri), yang belajar untuk
memperdalami suatu ilmu agama Islam. Pondok pesantren juga mengajarkan materi
tentang Islam, mencakup tata bahasa Arab, membaca Al-Qur’an, Tafsir, Etika,
Sejarah dan ilmu kebatinan Islam. Pondok pesantren tidak membedakan tingkat
sosial ekonomi orang tua peserta didik (santri), pendidikan orang tua peserta
didik (santri), dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman
perilaku peserta didik (santri) sehari-hari, serta menekankan pentingnya moral
keagamaan tersebut dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
Pada tahun 1979, Menteri Agama
mengeluarkan peraturan No. 3 tahun 1979 yang mengungkapkan bentuk pondok
pesantren :
a)
Pondok
pesantren tipe A, yaitu pondok pesantren di mana para santri belajar dan
bertempat tinggal di asrama lingkungan pondok pesantren dengan pengajarannya
yang berlangsung secara tradisional (wetonan atau sorongan).
b)
Pondok
pesantren tipe B, yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan pengajaran
secara klasikal (madrasy) dan pengajaran oleh kyai bersifat aplikasi dan
diberikan pada waktu-waktu tertentu. Para santri tinggal di asrama lingkungan
pondok pesantren.
c)
Pondok
pesantren tipe C, yaitu pondok pesantren yang hanya merupakan asrama, sedangkan
para santrinya belajar di luar (madrasah atau sekolah umum) dan kyai hanya
merupakan pengawas dan pembina mental para santri tersebut.
d)
Pondok
pesantren tipe D, yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan sistem pondok
pesantren dan sekaligus sistem sekolah dan madrasah.[6]
Bentuk pondok pesantren seperti yang
diungkapkan di atas merupakan upaya pemerintah dalam memberikan batasan atau
pemahaman yang lebih mengarah kepada bentuk pondok pesantren. Walaupun
demikian, sesungguhnya perkembangan pondok pesantren tidak terbatas pada empat bentuk
tadi, namun dapat lebih beragam banyaknya. Bahkan dari tipe yang samapun
terdapat perbedaan tertentu yang menjadikan satu sama lain tidak sama.
Dari berbagai tingkatan konsistensi
dengan sistem lama dan keterpengaruhan oleh sistem modern, secara garis besar
pondok pesantren dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu :
a)
Pondok
Pesantren Salafiyah
Salaf artinya
“lama”, ”dahulu”, atau “tradisional”. Pondok pesantren salafiyah adalah pondok
pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional,
sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran agama
Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada
kitab-kitab klasik, berbahasa Arab.
b)
Pondok
Pesantren Khalafiyah (‘Ashriyah)
Khalaf artinya “kemudian”
atau “belakangan”, sedangkan “ashri” artinya “sekarang” atau “modern”.
Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan
kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal,
baik madrasah (MI, MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMA dan SMK)
atau nama lainnya.
c)
Pondok
Pesantren Campuran/kombinasi
Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah
sebagaimana penjelasan di atas. Sebagian besar yang ada sekarang adalah pondok
pesantren yang berada di antara rentangan dua pengertian di atas. Sebagian
besar pondok pesantren yang mengaku dan menamakan diri pesantren salafiyah,
pada umumnya juga menyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang[7].
Sedangkan menurut Zamakhsyari
Dhofier pesantren terbagi dua yaitu:
- Pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorongan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.
- Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe-tipe sekolah umum seperti SMP, SMA, dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya.[8]
Untuk melihat pergeseran bentuk
pondok pesantren pada zaman dahulu hingga sekarang, dapat diklafikasikan dari
tiga tipologi pondok pesantren yang pernah berkembang, yaitu :
a)
Pondok
pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang pada
umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal
(sistem bandungan dan sorongan), dimana seorang kyai mengajar santri-santri
berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar
sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal dalam pondok
atau asrama dalam pesantren tersebut.
b)
Pesantren
adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama
dengan pondok pesantren tersebut di atas, tetapi para santrinya tidak
disediakan pondokan di komplek pesantren, namun tinggal tersebar di sekitar
penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong) dimana cara dan
metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem weton,
yaitu para santri dating berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu.
c)
Pondok
pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok dan
pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem
bandungan, sorongan ataupun wetonan, dengan para santri disediakan pondokan
ataupun merupakan santri kalong yang dalam istilah pendidikan pondok pesantren
modern memenuhi kriteria pendidikan nonformal serta menyelenggarakan juga
pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai
bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-masing[9].
Hal yang penting untuk diingat adalah
bahwa pondok pesantren memiliki program pendidikan yang disusun sendiri
(mandiri) di mana program ini mengandung proses pendidikan formal, non formal
maupun informal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di
asrama. Sehingga dari sini dapat dipahami bahwa pondok pesantren secara
institusi atau kelembagaan dikembangkan untuk mengefektifkan dampaknya, pondok
pesantren bukan saja sebagai tempat belajar melainkan merupakan proses hidup itu sendiri, pembentukan watak
dan pengembangan sumber daya.[10]
Perubahan dan perkembangan
sistem pendidikan pondok pesantren
dipengaruhi beberapa faktor selain tuntutan zaman, seperti; tuntutan kesiapan
pondok pesantren mengimbangi lembaga pendidikan lain yang dianggap siap pakai.
Di samping itu ada hal lain yang menyebabkan sistem pondok pesantren mengalami
pergeseran, seperti; modernisasi sistem pendidikan, faktor penjajahan dan
sebagainya. Kendatipun terdapat pergeseran dan perubahan, sistem yang
dikembangkan pondok pesantren, subtansinya tidak mengalami perubahan. Pondok
pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan masih tetap dipertahankan, sementara
beberapa pondok pesantren berjalan dengan segala tradisi yang mewarisinya,
secara turun temurun tanpa variasi.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren
Sebagai institusi pendidikan, pondok
pesantren di Indonesia harus memiliki landasan yang jelas secara yuridis. Hal
ini memiliki implikasi terhadap akreditas sebuah lembaga tersebut, akreditasi
tersebut terkait dengan pengakuan alumni pondok pesantren itu sendiri. Pada
awal-awal tumbuh dan berkembangnya pondok pesantren, akreditas sudah cukup bila
kyai memberikan “ijazah” terhadap santri. Tuntutan zaman menghendaki perubahan
dan akreditas dalam bentuk lain, oleh sebab itu pondok pesantren harus
mempunyai legalitas.
Keberadaan sebuah institusi di
Indonesia harus memiliki dasar hukum yang jelas, dan tidak keluar dari
perundang-undangan yang berlaku. Seperti institusi lain, pondok pesantren
(lembaga pendidikan) memiliki landasan yuridis formal yaitu Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, khususnya bab II pasal 2 dan 3 :
“Pendidikan Nasional berdasarkan
pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”,
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.[11]
Landasan yang disebutkan di atas
memuat prinsip-prinsip umum pendidikan dan hak setiap warga negara dalam
memperoleh dan memajukan pendidikan. Memperoleh pendidikan bisa didapati
melalui lembaga pendidikan yang disediakan oleh pemerintah dan swasta.
Sedangkan memajukan pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk menyediakan
institusi pendidikan yang dikelola oleh pihak swasta.
Pondok pesantren adalah suatu lembaga
pendidikan swasta yang didirikan oleh perseorangan (kyai) sebagai figur central
yang berdaulat menetapkan tujuan pendidikan pondoknya adalah mempunyai tujuan
tidak tertulis yang berbeda-beda. Sikap filosofis para kyai secara individual
tidak sama, ada yang luas ada yang sempit. Tujuan tersebut dapat diasumsikan
sebagai berikut:
1.
Tujuan
khusus : “mempersiapkan para santri untuk menjadi
orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan
serta mengamalkannya dalam masyarakat”.
2.
Tujuan
umum : “membimbing anak didik untuk menjadi manusia
yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh
Islam dalam masyarakat melalui ilmu dan amalnya”.[12]
Menurut Muzayyin Arifin tujuan pondok
pesantren dapat dikelompokkan pada dua kategori, yaitu :
1.
Tujuan umum
Membentuk mubalig-mubalig Indonesia
berjiwa Islam yang pancasialis yang bertakwa, yang mampu baik rohaniah maupun
jasmaniah mengamalkan ajaran agama Islam bagi kepentingan kebahagiaan hidup
diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa, serta negara Indonesia.
- Tujuan khusus/Intermediair
a.
Membina
suasana hidup keagamaan dalam pondok pesantren sebaik mungkin sehingga terkesan
pada jiwa anak didiknya (santri)
b.
Memberikan
pengertian keagamaan melalui pengajaran ilmu agama Islam
c.
Mengembangkan
sikap beragama melalui praktik-praktik ibadah
d.
Mewujudkan
ukhuwah Islamiah dalam pondok pesantren dan sekitarnya.
e.
Memberikan
pendidikan keterampilan, civic dan kesehatan, serta olah raga kepada anak didik
f.
Mengusahakan
terwujudnya segala fasilitas dalam pondok pesantren yang memungkinkan
pencapaian tujuan umum tersebut.[13]
Pendidikan dan pembinaan pada setiap
pondok pesantren memiliki tujuan sendiri-sendiri yang menjadi ciri khasnya.
Namun menurut Nurcholish Madjid, ketidaktegasan pondok pesantren dalam
merumuskan tujuan dan langkah pembinaan yang menjadikan pesantren sering
tertinggal bila dibandingkan dengan pendidikan umum. Faktor yang dianggap
mempengaruhi kaburnya tujuan pendidikan pondok pesantren sering dipengaruhi
semangat pendiri pondok pesantren.[14]
Menurut Nurcholish Madjid, tujuan
pembinaan santri pada pondok pesantren adalah “membentuk manusia yang memiliki
kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam merupakan nilai-nlai yang bersifat
menyeluruh. Selain itu produk pesantren diharapkan memiliki kemampuan tinggi
untuk mengadakan respons terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan
hidup dalam konteks ruang dan waktu”.[15]
Jika mengikuti tujuan yang
dikemukakan oleh Nurcholish, tergambar bahwa semua pondok pesantren telah mampu
menjadikan manusia memiliki kesadaran Islam adalah nilai yang mencakup seluruh
kehidupan. Tetapi bila dilihat dari kesiapan pondok pesantren dalam melakukan
pembinaan dan pendidikan untuk menjawab tantangan zaman, tidak seluruh pondok
pesantren mampu. Hal ini disebabkan oleh orientasi dan motivasi pondok
pesantren tersebut.
Oleh sebab itu perumusan kembali
metode pembinaan dan pendidikan santri pada pondok pesantren sehingga memiliki
kesiapan dalam menjawab tantangan zaman. Pembinaan dan pendidikan menjadi
bagian terpenting dalam mewujudkan keberhasilan, sehingga perlu penyisipan
aspek umum yang dianggap penting. Dengan demikian, pendidikan dan pembinaan
santri pada pondok pesantren lebih bersifat holistik.
[1] Hasbullah, Kapita Selekta Islam, (Jakarta : Rajawali Pers,
1999), h. 40
[2] http://muslim-madjid.blog.
Friendster. com/tulisan artikel
[3] Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah,
(Jakarta :
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), h. 1
[4] Mujamil Qamar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, (Jakarta
: Erlangga, 2005), h. 2
[5] Ibid
[6] Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Proyek Peningkatan
Pendidikan Luar Sekolah pada Pondok Pesantren, Pola Pengembangan Pondok
Pesantren, (Jakarta
: 2003), h. 24-25
[7] Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, op.
cit, 29-30
[8] Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif
Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), Cet pertama, h. 83-87
[9] Hasbullah, loc, cit, h. 45-46
[10] Departemen Agama RI, op, cit, h. 83
[11] Menteri Pendidikan Nasional,
Undang-Undang RI
No 20 Tahun 2003, tentang SISDIKNAS, (Jakarta
: Sinar Grafika, 2003), h. 5-6
[12] M. Arifin, Kafita Selekta Pendidikan islam (Islam dan Umum),
(Jakarta, Bumi Aksara, 1995), h. 248
[14] Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret
Perjalanan, ( Jakarta : Paramadina, 1997), h. 6