A. Pendidikan Anak Usia Dini
1
Pengertian
Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah kelompok anak
yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik,
dengan usia 0-6 tahun.[1]
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pasal 1
butir 14 menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini atau disingkat PAUD adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian ransangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[2]
Pasal 28 butir 1 menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar, dan pada butir 2 dijelaskan bahwa pendidikan
anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non
formal, maupun informal.[3]
Anak usia dini memiliki pola
pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual),
sosio emosional (sikap dan prilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang
khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang sedang dilalui
anak.
Pendidikan anak usia dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak usia dini yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan dasar dan kehidupan tahap berikutnya.[4]
Sehingga pendidikan anak usia dini membekali dan menyiapkan anak sejak dini
untuk memperoleh kesempatan dan pengalaman yang dapat membantu perkembangan
kehidupannya selanjutnya.
Pendidikan anak usia dini memiliki
efek kumulatif yang akan terbawa dan berpengaruh terhadap fisik dan mental anak
selama hidupnya. Sejalan dengan aspek perkembangan anak, menurut peraturan
pemerintah RI no 27 tahun 1990 tentang pendidikan pra sekolah, bahwa program
kegiatan belajar anak usia dini meliputi aspek-aspek moral, agama, disiplin,
kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, emosi, kemampuan bermasyarakat,
sosial, keterampilan dan jasmani.[5]
Sesuai dengan tujuan pendidikan anak usia dini, yaitu menyiapkan anak untuk
berkembang secara komprehensif, maka orientasi pendidikan pada anak usia dini
tidak hanya terbatas pada aspek pengembangan kecerdasan semata, tetapi juga
mencakup aspek-aspek perkembangan yang lebih luas.
Jadi pendidikan anak usia dini
merupak suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak sejak lahir hingga usia enam
tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan non fisik agar anak
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Upaya yang dapat dilakukan mencakup
stimulasi intelektual, pemeliharaan kesehatan, pemberian nutrisi, dan
penyediaan kesempatan-kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi, bermain, dan
belajar secara aktif.
2
Teori
Perkembangan Anak Usian Dini
Anak memiliki suatu ciri yang khas,
yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa
remaja. Berkaitan dengan hal itu setiap anak bersifat unik, artinya tidak ada
dua anak yang sama persis walaupun mereka kembar identik. Hal ini yang
membedakan antara anak dan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan
perkembangan yang sesuai dengan usianya.
Pertumbuhan dan perkembangan
merupakan proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia, dimulai sejak
dalam kandungan sampai akhir hayat. Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan
dan perkembangan normal yang merupakan
hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Mengenai faktor penentu tumbuh kembangnya seorang anak adalah:
a. Faktor genetik atau heredokonstitusional,
yaitu faktor bawaan yang menentukan sifat bawaan anak tersebut. Jadi potensi
anak tersebut memang menjadi ciri khas yang ditemukan dari orang tuanya. Banyak
ahli berpendapat bahwa kecerdasan seseorang untuk sebagian ditentukan oleh
sifat bawaannya.
b. Faktor lingkungan, yang dimaksud dengan
lingkungan pada anak dalal[6]m
konteks tumbuh kembang adalah suasana atau milieu dimana anak tersebut
berada. Dalam hal ini lingkungan
berfungsi sebagai penyedia (provider) kebutuhan dasar anak untuk tumbuh
kembang. Jadi faktor genetic atau heredokonstitusional menentukan
potensi anak namun faktor lingkungan menentukan tercapai tidaknya potensi
tersebut. Faktor lingkungan ini besar sekali pengaruhnya pada periode-periode/
fase-fase kehidupan anak, mulai dari prenatal, natal, sampai pasca natal.
Memahami teori perkembangan anak
adalah hal yang penting. Diantaranya adalah teori Piaget (teori perkembangan
kognitif). Tahapan perkembangan kognitif anak menurut piaget adalah:
1)
Periode
sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Anak
sejak lahir sampai usia sekitar satu dan dua tahun memahami objek di sekitarnya
melalui sensori dan aktivitas motor atau gerakannya. Karena pada bulan-bulan
pertama anak belum mampu bergerak dalam ruangan, ia lebih mendapatkan
pengalaman dari tubuh dan indranya sendiri. Setelah ia mampu berjalan dan
memanipulasi benda-benda, mulailah ia memanipulasi objek-objek di luar dirinya.
Ia mulai mengenal apabila suatu benda tidak tampak tidak berarti benda tersebut
tidak ada. Pada tahapan tersebut, ia akan meniru tingkah laku orang-orang lain
bahkan ia meniru tingkah laku orang dan binatang sementara itu model yang
ditiru sudah tidak tampak lagi.[7]
2)
Periode
praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahapan
ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun, jenis
yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis
muncul. Pemikiran praoperasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan
tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah
operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini,
anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri,
seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut
Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya.
Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar.
Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di
permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat
memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama
lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya.
Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain
semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan
menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
3)
Periode
operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Pada
tahap ini anak sudah dapat melakukan berbagai macam tugas yang konkret. Anak
mulai mengembangkan tiga macam operasi berfikir, yaitu: identifikasi (mengenali
sesuatu), negasi (mengingkari sesuatu), dan reprokasi (mencari hubungan timbal
balik antara beberapa hal.
4)
Periode
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap
operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan
terus berlanjut sampai dewasa. Jenis tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari
informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal
seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya
dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di
antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi
berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan
berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap
operasional konkrit.
Dapat dianalisa bahwa tahapan
tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Walaupun tahapan-tahapan itu bisa
dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada tahapan
yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
b. Universal (tidak terkait budaya.
c. Bila digeneralisasi, representasi dan
logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua
konsep dan isi pengetahuan.
d. Tahapan-tahapan tersebut berupa
keseluruhan yang terorganisasi secara logis.
e. Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap
tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih
terdiferensiasi dan terintegrasi).
f. Tahapan merepresentasikan perbedaan
secara kualitatif dalam model berfikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif.
Sehingga semakin tinggi tingkat
kognitif maka semakin teratur cara berfikirnya. Oleh karena itu, guru
semestinya memahami tahap-tahap perkembangan peserta didiknya serta memberikan
materi pelajaran dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Guru yang mengajar
tetapi tidak menghiraukan tahapan-tahapan perkembangan peserta didiknya, maka
akan cendrung menyulitkan peserta didiknya sendiri.
Sehubungan dengan ciri-ciri di
atas, maka tugas perkembangan yang diemban anak usia dini adalah:
a. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain.
b. Membangun sikap yang sehat terhadap diri
sendiri.
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman
sebaya.
d. Mengembangkan peran sosial sebagai
laki-laki atau perempuan.
e. Mengembangkan pengertian-pengertian yang
diperlukan dalam hidup sehari-hari.
f. Mengembangkan hati nurani, penghayatan
moral dan sopan santun.
g. Mengembangkan keterampilan dasar untuk
membaca, menulis, matematika dan berhitung.
h. Mengembangkan diri untuk mencapai
kemerdekaan diri.[8]
Dengan adanya tugas perkembangan
yang diemban anak-anak, diperlukan adanya pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan bagi anak-anak yang selalu dibungkus dengan permainan, suasana riang, bernyanyi dan
menari. Bukan pendekatan pembelajaran yang penuh dengan tugas-tugas berat, apalagi
dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiasaan yang tidak sederhana
lagi seperti paksaan untuk membaca, menulis, berhitung dengan segala pekerjaan
rumahnya yang melebihi kemampuan anak-anak.
3
Aspek-aspek
perkembangan anak usia dini
Anak usia dini atau di dalam psikologi perkembangan disebut dengan
masa pra sekolah/ kanak-kanak awal termasuk ke dalam salah satu fase dari
berbagai fase dalam kehidupan manusia sepanjang rentang perkembangan kehidupan
(life span development). Anak usia dini memiliki karakteristik khusus dalam
pertumbuhan dan perkembangannya. Perkembangan pada masa ini kadang disebut
dengan masa estetis, masa anak kecil dan masa menjelang sekolah.[9]
Secara garis besar, para ahli
perkembangan mengklasifikasikan aspek-aspek perkembangan pada tiga aspek, yaitu
perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan psikososial.
Sepanjang kehidupan, masing-masing aspek tersebut saling mempengaruhi yang
lainnya.
Pertumbuhan tubuh dan otak,
kapasitas sensoris, keterampilan motorik, dan kesehatan adalah bagian dari
perkembangan fisik dan mempengaruhi terhadap aspek perkembangan lainnya.
Perubahan dan stabilitas dalam kemampuan mental, seperti belajar, memori,
bahasa, berfikir, moral dan kreativitas adalah bagian dari perkembangan
kognitif. Perubahan dan stabilitas dalam kepribadian dan hubungan sosial adalah
bagian dari perkembangan psikososial, dan ini mempengaruhi fungsi fisik dan
kognitif.[10]
Secara umum aspek-aspek
perkembangan anak usia dini ini meliputi fisik, intelligensi (kecerdasan),
emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral, dan kesadaran beragama.[11]
a. Perkembangan fisik (motorik)
Perkembangan fisik (motorik)
merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan
yang dilakukan seorang anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari
berbagai bagian dan system dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan
fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
Perkembangan motorik kasar adalah seperti kemampuan anak untuk duduk, berlari
dan melompat. Otot-otot besar dan sebagian/ seluruh anggota tubuh digunakan
oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipe
ngaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak
berbeda-beda maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak
lainnya. Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak
yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu.
Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan
berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menusun balok termasuk contoh
gerakan motorik halus.
Pada kanak-kanak awal, anak
terlihat lebih langsing, mereka melakukan sedikit tidur dari pada sebelumnya
dan masalah tidur lebih berkembangan. Mereka menunjukkan perkembangan dalam
berlari, melompat, melempar bola, dan sebagainya.[12]
b. Perkembangan intelligensi (kecerdasan)
c. Perkembangan emosi
d. Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa anak usia dini
sangat cepat. Percepatan penguasaan kata-kata sangat gtergantung kepada
ransangan dari lingkungan sosial.[13]
Meurut piaget yang dikutip abu ahmadi, bahwa perkembangan bahasa anak usia dini berada pada stadium
anak kalimat. Maksudnya, anak dapat merangkaikan pokok kalimat dengan
penjelasannya berupa anak kalimat. Anak sudah mampu bertanya kausalitas atau
sebab akibat.[14]
Selanjutnya anak akan selalu berkembang sejajar dengan sejumlah perbendaharaan
bahasanya yang sesuai dengan lingkungannya, terutama yang bersumber dari orang
tuanya, sekolah, serta lingkungan lainnya.
e. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial anak sangat
dipengaruhi oleh perkembangan intelligensinya. Perkembangan sosial akan terus
berlanjut sesuai dengan pengalamannya, sehingga ia siap untuk bergaul dengan
yang lain secara baik dan wajar.[15]
Jadi perkembangan sosialnya meningkat, yang terbukti dari meluasnya hubungan
sosial ke kelompok teman sebaya.
Aspek psikososial berkaitan dengan
kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan
anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya. Dengan mengetahui
aspek-aspek perkembangan anak, orang tua dan pendidik bisa merancang dan
memberikan ransangan serta alatihan agar ke empat aspek tersebut berkembang
secar seimbang. Ransangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau
sebagian aspek. Tentunya, ransangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap
memperhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.
f. Perkembangan kepribadian
Menurut erikson yang dikutip oleh
elide prayitno, periode ini adalah taraf perkembangan kepribadian otonom. Pada
periode ini anak sangat mudah dipengaruhi lingkungan, periode ini disebut juga
periode merekam.[16]
Karena pada periode ini tingkah laku anak cendrung menyerap semua ransangan
yang diberikan lingkungannya. Perkembangan tingkah laku otonom tidak saja
ditiru dari keluarga atau orang tua, tetapi juga dipengaruhi oleh perlakuan
orang lain terhadap anak.
g. Perkembangan moral
Anak pada masa ini belum mampu
melakukan pertimbangan ,oral sendiri. Anak hanya patuh kepada keharusan
bertingkah laku yang diinginkan orang tua. Aspek perkembangan moral dengan
mempertimbangkan penyebab munculnya tingkah laku moral karena akibat tingkah
laku dan oleh ada atau tidaknya hukuman yang mutlak, akan berkurang sehubungan
dengan pertambahan umur dan perkembangan kognitif anak.[17]
h. Perkembangan keberagamaan
Potensi keberagamaan bagi seorang
anak telah ada semenjak anak lahir ke
dunia. Ia memiliki fitrah untuk beriman kepada Tuhan. Pada usia
kanak-kanak awal ini, Tuhan bagi anak masih dalam fantasia atau gambarannya disamakan
dengtan makhluk/ manusia lainnya (anthrophomorphisme).[18]
Oleh karena itu, pengembangan perasaan keberagamaan anak dapat dimulai sedini
mungkin melalui tanggapan dan bahasa anak. Pembinaan berikutnya, anak harus
dibiasakan mengikuti kegiatan keagamaan atau dibiasakan dalam suasana keagamaan,
yang tentnya dapat diiringi dengan contoh atau teladan yang baik.
Dari teori tersebut dapat dipahami
bahwa jika seorang anak taat beragama baru sampai pada taraf karena takut
kepada orang tua, guru agama, ingin penghargaan, dipuji dan lain-lain, tidak
perlu terburu-buru memarahinya, tetapi sebaiknya harus dibimbing terus agar
sampai pada taraf kesadaran dirinya di dalam melakukan kegiatan keagamaan.
Bila dihubungkan dengan
pembelajaran anak usia dini, maka dalam proses pembelajaran tersebut, seorang
guru harus memahami perkembangan anak-anak didiknya. Perkembangan yang dimaksud
adalah:
a. Perkembangan fisik, merupakan
perkembangan fisiologis anggota tubuh yang di dalamnya termasuk perkembangan
sel-sel tubuh. Perkembangan fisiologis anak lebih cepat dari pada
tahapan-tahapan lainnya.
b. Perkembangan motorik, berhubungan dengan
dinamika dan sistimatika anak-anak ketika bermain.
c. Perkembangan intelegensi, meliputi
kecerdasan, kepekaan indra, perhatian, daya imajinasi, dan penalaran yang
berkembang.
d. Perkembangan sensoris, berhubungan
dengan meningkatnya atau bervariasinya kemampuan indrawi anak.
e. Perkembangan linguistic, berhubungan
dengan kemampuan berbicara anak.
f. Perkembangan emosional, berhubungan
dengan aspek emosi yang muncul pada periode anak-anak, seperti rasa takut,
marah, cemburu, dan sebagainya.[19]
4
Prinsip-prinsip
pendidikan anak usia dini
Pendidikan
anak usia dini merupakan satu kesatuan dari system pendidikan untuk semua atau
yang dikenal dengan education for all. Yaitu mencakup seluruh aspek pendidikan
anak usia dini dalam rangka memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan
dan pendidikan anak usia dini.
Jauh
sebelum dipopulerkannya konsep belajar sepanjang hayat (life long education)
dan pendidikan untuk semua orang (education for all), ajaran Islam abad 14 yang
lalu telah mengemukakan konsep tersebut.[20]
Rasulullah Saw bersabda:
“dari
ibnu umar ra., ia berkata, saya mendengar rasulullah Saw bersabda: tuntutlah
ilmu sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai ke liang lahat.” (HR. Baihaqi).[21]
Sabda
rasulullah Saw:
“memberitahukan
kepada kami abu Abdullah, memberitahukan kepada kami abu abbas al-asim,
memberitahukan kepada kami abbas bin Muhammad, memberitahukan kepada kami abu
nadar hasyim bin al-qasm, memberitahukan kepada kami mustalim bin sa’id dari
zayid abu ‘amar, dari anas bin malik, bahwasanya rasulullah Saw besabda:
menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Baihaqi).[22]
Dalam
program pendidikan anak usia dini, terjadi pemenuhan berbagai macam kebutuhan
anak, mulai dari kesehatan, nutrisi, dan stimulasi pendidikan, juga
memberdayakan lingkungan masyarakat dimana anak itu tinggal. Prinsip-prinsip
pendidikan anak usia dini adalah kebenaran-kebenaran yang bersifat universal
untuk menjadi dasar dalam merumuskan perangkat pembelajaran bagi anak usia
dini.
Prinsip
pelaksanaanprogram pendidikan anak usia dini mengacu pada prinsip umum yang
terkandung dalam konvensi hak anak , yaitu:
a. Nondiskriminasi, dimana semua anak dapat
mengecap pendidikan usia dini tanpa membedakan suku bangsa, jenis kelamin, bahasa,
agama, tingkat sosial, serta kebutuhan khusus setiap anak.
b. Dilakukan demi kepentingan terbaik untuk
anak (the best interest of the child), bentuk pengajaran, kurikulum yang
diberikan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif, emosional, konteks
sosial budaya dimana anak-anak hidup.
c. Mengakui adanya hak hidup, kelangsungan
hidup, dan perkembangan yang sudah melekat pada anak.
d. Penghargaan terhadap pendapat anak
(respect for the views of the child), pendapat anak terutama yang menyangkut
kehidupannya perlu mendapatkan perhatian dan tanggapan.[23]
Kemudian,
prinsip pelaksanaan program pendidikan anak usia dini harus sejalan dengan
prinsip pelaksanaan keseluruhan proses pendidikan, yaitu:
a. Pengembangan diri, pribadi, karakter,
serta kemampuan belajar anak diselenggarakan secara tepat, terarah, cepat dan
berkesinambungan.
b. Pendidikan dalam arti pembinaan dan
pengembangan anak mencakup upaya meningkatkan sifat mampu mengembangkan diri
dalam anak.
c. Pemantapan tata nilai yang dihayati oleh
anak sesuai system tata nilai hidup dalam masyarakat, dan dilaksanakan dari
bawah dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat.
d. Pendidikan anak adalah usaha sadar,
usaha yang menyeluruh, terarah, terpadu, dan dilaksanakan secara bersama dan
saling menguatkan oleh semua pihak yang terpanggil.
e. Pendidikan anak adalah suatu upaya yang
berdasarkan kesepakatan sosial seluruh lapisan dan golongan masyarakat.
f. Anak mempunyai kedudukan sentral dalam
pembangunan, dimana PAUD memiliki makna
strategis dalam inventasi pembangunan sumber daya manusia.
g. Orang tua dengan keteladanan adalah
pelaku utama dan pertama komunikasi dalam PAUD.
h. Program PAUD harus melingkupi inisiatif
berbasis orang tua, berbasis masyarakat, dan institusi formal pra sekolah.[24]
Pendidikan
anak usia dini diarahkan dalam rangka pemberian upaya untuk menstimulasi,
membimbing, mengasuh, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan
menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Pada hakikatnya, pendidikan
anak usia dini meliputi serangkaian proses aktifitas manusia yang merupakan
kerangka dasar konsep pendidikan anak usia dini yang tidak bisa dipisahkan
dengan masa sebelumnya, yakni prenatal, perinatal, dan postnatal. Lembaga PAUD
yang berkualitas tinggi dapat mendukung peran orang tua dengan menyediakan
pendidikan yang terencana semenjak usia dini.
Pentingnya
pendidikan anak usia dini dapat dilihat dari peran yang diperoleh dalam proses
pembelajaran anak usia dini. Peran pendidikan bagi anak usia dini, yaitu:
a. Pendidikan sebagai proses belajar dalam
diri anak. Anak harus diberikan kesempatan untuk belajar secara optimal, kapan
saja, dan dimana saja. Implementasinya terwujud dengan memberikan kesempatan
kepada anak untuk melihat, dan menyentuh benda-benda di sekitarnya.
b. Pendidikan sebagai proses sosialisasi.
Pendidikan bukan hanya untuk mencerdaskan dan membuat anak terampil, tetapi
juga membuat anak menjadi manusia yang bertanggung jawab, bermoral, dan
beretika. Pendidikan juga mempersiapkan anak untuk mampu hidup sesuai dengan
tuntutan zaman di masa depan.
c. Pendidikan sebagai proses pembentukan
kerjasama peran. Dengan demikian anak dapat mengetahui bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang saling melengkapi. Manusia membutuhkan orang lain karena
secara individual mempunyai kekurangan dan di sisi lain memiliki kelebihan yang
dapat memberikan nilai tambah bagi orang lain.[25]
Dengan
demikian dapat dikatakan, bahwa perlunya pendidikan anak usia dini adalah
karena:
a. Perkembangan otak anak sebelum usia satu
tahun lebih cepat dan ekstensif dari yang diketahui sebelumnya. Walaupun pembentukan
sel otak telah lengkap sebelum anak lahir, tetapi kematangan otak terus
berlangsung sesudah anak lahir.
b. Perkembangan otak sangat dipengaruhi
oleh lingkungan dari yang diketahui sebelumnya.
c. Pengaruh lingkungan awal pada
perkembangan otak berdampak lama.
d. Lingkungan tidak saja menyebabkan
penambahan jumlah sel otak dan penambahan jumlah hubungan antar sel, tetapi
juga bagaimana hubungan antar sel otak tersebut terjadi. Proses ini terjadi di
masa usia dini dan diperluas oleh pengalaman sensorik anak dengan dunia luar.[26]
Selanjutnya,
pentingnya pendidikan anak usia dini, menuntut pendekatan yang akan digunakan
dalam kegiatan pembelajaran yang memusatkan perhatian pada anak. Fungsi
pendidikan pada anak usia dini tidak hanya sekedar untuk memberikan berbagai
pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa, tetapi juga berfungsi
mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasannya.
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Apa,
Mengapa Dan Siapa Yang Bertanggung Jawab Terhadap Program Pendidikan Anak Usia
Dini?, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2004) h. 9
[2] Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003), h. 6
[3] Ibid, h. 20
[4] Departemen Pendidikan Nasional, Acuan
Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia (Menu Pembelajaran Generic), (Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, 2002), h. 3
[5] Mansur, Pendidikan Ank Usia Dini Dalam
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 19
[6] Ella Sulhah Saidah, Pentingnya
Stimulasi Mental Dini, dalam Bulatin PADU, Vol. 2, no. 1, (Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, April, 2003), h. 51-52
[7] Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak
Prasekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 23
[8] http://www . jugaguru.com/article/all/, , akses pada senin tanggal……, 11.00 Wib
[9] Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 54
[10] Diane E. Papalia, Sally Wendkos Olds, and
Ruth Duskin Feldman, Human Development, Eighht Edition, (New York: Mc Graw-Hill,
2001), h. 13
[11] Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan
Anak & Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005), Cet. Ke-6, h.
101
[12] Diane E. Papalia, Sally Wendkos Olds, and
Ruth Duskin Feldman, op. cit, h. 239
[13] Elida Prayitno, Buku Ajar Perkembangan
Anak Usia Dini Dan SD (Padang: Angkasa Raya, 2005), Cet. Ke-10, h. 106
[14] Piaget dalam abu ahmadi, op. cit,
h. 60
[15] Ibid, h. 67
[16] Erikson dalam Elida Prayitni, op. cit.,
h. 124
[17] Ibid
[18] Abu Ahmadi, op. cit., h. 73
[19] Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara
Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 22
[20] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. Ke-4, h. 101
[21] Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi,
Syu’bul Iman, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1410 H), juz 1, h. 20
[22] Ibid, juz 4, h. 175
[23] Mansur, op. cit., h. 100-1001
[24] Damanhuri rosadi, pendidikan anak usia dini dalam kerangka otonomi
daerah, dalam bulletin PADU, edisi 3, (Jakarta:
direktorat pendidikan anak usia dini, departemen pendidikan nasional,
desember, 2002), h. 51-52
[25] Mansur, op. cit., h. 103-104
[26] Ibid., h. 80
Terima kasih informasinya..
ReplyDeletehttps://s.id/PAUDTerbaik