Monday, March 4, 2019

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI



A.    Pendidikan Anak Usia Dini
1        Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dengan usia 0-6 tahun.[1] Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pasal 1 butir 14 menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini atau disingkat PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian ransangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[2] Pasal 28 butir 1 menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, dan pada butir 2 dijelaskan bahwa pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, maupun informal.[3]
Anak usia dini memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan prilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang sedang dilalui anak.
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak usia dini yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar dan kehidupan tahap berikutnya.[4] Sehingga pendidikan anak usia dini membekali dan menyiapkan anak sejak dini untuk memperoleh kesempatan dan pengalaman yang dapat membantu perkembangan kehidupannya selanjutnya.
Pendidikan anak usia dini memiliki efek kumulatif yang akan terbawa dan berpengaruh terhadap fisik dan mental anak selama hidupnya. Sejalan dengan aspek perkembangan anak, menurut peraturan pemerintah RI no 27 tahun 1990 tentang pendidikan pra sekolah, bahwa program kegiatan belajar anak usia dini meliputi aspek-aspek moral, agama, disiplin, kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, emosi, kemampuan bermasyarakat, sosial, keterampilan dan jasmani.[5] Sesuai dengan tujuan pendidikan anak usia dini, yaitu menyiapkan anak untuk berkembang secara komprehensif, maka orientasi pendidikan pada anak usia dini tidak hanya terbatas pada aspek pengembangan kecerdasan semata, tetapi juga mencakup aspek-aspek perkembangan yang lebih luas.
Jadi pendidikan anak usia dini merupak suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak sejak lahir hingga usia enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan non fisik agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Upaya yang dapat dilakukan mencakup stimulasi intelektual, pemeliharaan kesehatan, pemberian nutrisi, dan penyediaan kesempatan-kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi, bermain, dan belajar secara aktif.
2        Teori Perkembangan Anak Usian Dini
Anak memiliki suatu ciri yang khas, yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Berkaitan dengan hal itu setiap anak bersifat unik, artinya tidak ada dua anak yang sama persis walaupun mereka kembar identik. Hal ini yang membedakan antara anak dan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia, dimulai sejak dalam kandungan sampai akhir hayat. Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan  hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Mengenai faktor penentu tumbuh kembangnya seorang anak adalah:
a.       Faktor genetik atau heredokonstitusional, yaitu faktor bawaan yang menentukan sifat bawaan anak tersebut. Jadi potensi anak tersebut memang menjadi ciri khas yang ditemukan dari orang tuanya. Banyak ahli berpendapat bahwa kecerdasan seseorang untuk sebagian ditentukan oleh sifat bawaannya.
b.      Faktor lingkungan, yang dimaksud dengan lingkungan pada anak dalal[6]m konteks tumbuh kembang adalah suasana atau milieu dimana anak tersebut berada. Dalam hal ini lingkungan  berfungsi sebagai penyedia (provider) kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang. Jadi faktor genetic atau heredokonstitusional menentukan potensi anak namun faktor lingkungan menentukan tercapai tidaknya potensi tersebut. Faktor lingkungan ini besar sekali pengaruhnya pada periode-periode/ fase-fase kehidupan anak, mulai dari prenatal, natal, sampai pasca natal.
Memahami teori perkembangan anak adalah hal yang penting. Diantaranya adalah teori Piaget (teori perkembangan kognitif). Tahapan perkembangan kognitif anak menurut piaget adalah:
1)       Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Anak sejak lahir sampai usia sekitar satu dan dua tahun memahami objek di sekitarnya melalui sensori dan aktivitas motor atau gerakannya. Karena pada bulan-bulan pertama anak belum mampu bergerak dalam ruangan, ia lebih mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya sendiri. Setelah ia mampu berjalan dan memanipulasi benda-benda, mulailah ia memanipulasi objek-objek di luar dirinya. Ia mulai mengenal apabila suatu benda tidak tampak tidak berarti benda tersebut tidak ada. Pada tahapan tersebut, ia akan meniru tingkah laku orang-orang lain bahkan ia meniru tingkah laku orang dan binatang sementara itu model yang ditiru sudah tidak tampak lagi.[7]
2)       Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun, jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran praoperasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
3)       Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Pada tahap ini anak sudah dapat melakukan berbagai macam tugas yang konkret. Anak mulai mengembangkan tiga macam operasi berfikir, yaitu: identifikasi (mengenali sesuatu), negasi (mengingkari sesuatu), dan reprokasi (mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal.
4)       Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Jenis tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Dapat dianalisa bahwa tahapan tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Walaupun tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
b.      Universal (tidak terkait budaya.
c.       Bila digeneralisasi, representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan.
d.      Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis.
e.       Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi).
f.       Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berfikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif.
Sehingga semakin tinggi tingkat kognitif maka semakin teratur cara berfikirnya. Oleh karena itu, guru semestinya memahami tahap-tahap perkembangan peserta didiknya serta memberikan materi pelajaran dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan  tahap-tahap tersebut. Guru yang mengajar tetapi tidak menghiraukan tahapan-tahapan perkembangan peserta didiknya, maka akan cendrung menyulitkan peserta didiknya sendiri.
Sehubungan dengan ciri-ciri di atas, maka tugas perkembangan yang diemban anak usia dini adalah:
a.       Belajar keterampilan  fisik yang diperlukan untuk bermain.
b.      Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri.
c.       Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
d.      Mengembangkan peran sosial sebagai laki-laki atau perempuan.
e.       Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidup sehari-hari.
f.       Mengembangkan hati nurani, penghayatan moral dan sopan santun.
g.      Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, matematika dan berhitung.
h.      Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdekaan diri.[8]
Dengan adanya tugas perkembangan yang diemban anak-anak, diperlukan adanya pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi anak-anak yang selalu dibungkus dengan  permainan, suasana riang, bernyanyi dan menari. Bukan pendekatan pembelajaran yang penuh dengan tugas-tugas berat, apalagi dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiasaan yang tidak sederhana lagi seperti paksaan untuk membaca, menulis, berhitung dengan segala pekerjaan rumahnya yang melebihi kemampuan anak-anak.
3        Aspek-aspek perkembangan anak usia dini
Anak usia dini atau di  dalam psikologi perkembangan disebut dengan masa pra sekolah/ kanak-kanak awal termasuk ke dalam salah satu fase dari berbagai fase dalam kehidupan manusia sepanjang rentang perkembangan kehidupan (life span development). Anak usia dini memiliki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Perkembangan pada masa ini kadang disebut dengan masa estetis, masa anak kecil dan masa menjelang sekolah.[9]
Secara garis besar, para ahli perkembangan mengklasifikasikan aspek-aspek perkembangan pada tiga aspek, yaitu perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan psikososial. Sepanjang kehidupan, masing-masing aspek tersebut saling mempengaruhi yang lainnya.
Pertumbuhan tubuh dan otak, kapasitas sensoris, keterampilan motorik, dan kesehatan adalah bagian dari perkembangan fisik dan mempengaruhi terhadap aspek perkembangan lainnya. Perubahan dan stabilitas dalam kemampuan mental, seperti belajar, memori, bahasa, berfikir, moral dan kreativitas adalah bagian dari perkembangan kognitif. Perubahan dan stabilitas dalam kepribadian dan hubungan sosial adalah bagian dari perkembangan psikososial, dan ini mempengaruhi fungsi fisik dan kognitif.[10]
Secara umum aspek-aspek perkembangan anak usia dini ini meliputi fisik, intelligensi (kecerdasan), emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral, dan kesadaran beragama.[11]
a.       Perkembangan fisik (motorik)
Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan seorang anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan system dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Perkembangan motorik kasar adalah seperti kemampuan anak untuk duduk, berlari dan melompat. Otot-otot besar dan sebagian/ seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipe ngaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda-beda maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya. Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.
Pada kanak-kanak awal, anak terlihat lebih langsing, mereka melakukan sedikit tidur dari pada sebelumnya dan masalah tidur lebih berkembangan. Mereka menunjukkan perkembangan dalam berlari, melompat, melempar bola, dan sebagainya.[12]
b.      Perkembangan intelligensi (kecerdasan)
c.       Perkembangan emosi
d.      Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa anak usia dini sangat cepat. Percepatan penguasaan kata-kata sangat gtergantung kepada ransangan dari lingkungan sosial.[13] Meurut piaget yang dikutip abu ahmadi, bahwa perkembangan  bahasa anak usia dini berada pada stadium anak kalimat. Maksudnya, anak dapat merangkaikan pokok kalimat dengan penjelasannya berupa anak kalimat. Anak sudah mampu bertanya kausalitas atau sebab akibat.[14] Selanjutnya anak akan selalu berkembang sejajar dengan sejumlah perbendaharaan bahasanya yang sesuai dengan lingkungannya, terutama yang bersumber dari orang tuanya, sekolah, serta lingkungan lainnya.
e.       Perkembangan sosial
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh perkembangan intelligensinya. Perkembangan sosial akan terus berlanjut sesuai dengan pengalamannya, sehingga ia siap untuk bergaul dengan yang lain secara baik dan wajar.[15] Jadi perkembangan sosialnya meningkat, yang terbukti dari meluasnya hubungan sosial ke kelompok teman sebaya.
Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama teman-teman sebayanya. Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orang tua dan pendidik bisa merancang dan memberikan ransangan serta alatihan agar ke empat aspek tersebut berkembang secar seimbang. Ransangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, ransangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memperhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan.
f.       Perkembangan kepribadian
Menurut erikson yang dikutip oleh elide prayitno, periode ini adalah taraf perkembangan kepribadian otonom. Pada periode ini anak sangat mudah dipengaruhi lingkungan, periode ini disebut juga periode merekam.[16] Karena pada periode ini tingkah laku anak cendrung menyerap semua ransangan yang diberikan lingkungannya. Perkembangan tingkah laku otonom tidak saja ditiru dari keluarga atau orang tua, tetapi juga dipengaruhi oleh perlakuan orang lain terhadap anak.
g.      Perkembangan moral
Anak pada masa ini belum mampu melakukan pertimbangan ,oral sendiri. Anak hanya patuh kepada keharusan bertingkah laku yang diinginkan orang tua. Aspek perkembangan moral dengan mempertimbangkan penyebab munculnya tingkah laku moral karena akibat tingkah laku dan oleh ada atau tidaknya hukuman yang mutlak, akan berkurang sehubungan dengan pertambahan umur dan perkembangan kognitif anak.[17] 
h.      Perkembangan keberagamaan
Potensi keberagamaan bagi seorang anak telah ada semenjak anak lahir ke  dunia. Ia memiliki fitrah untuk beriman kepada Tuhan. Pada usia kanak-kanak awal ini, Tuhan bagi anak masih dalam fantasia atau gambarannya disamakan dengtan makhluk/ manusia lainnya (anthrophomorphisme).[18] Oleh karena itu, pengembangan perasaan keberagamaan anak dapat dimulai sedini mungkin melalui tanggapan dan bahasa anak. Pembinaan berikutnya, anak harus dibiasakan mengikuti kegiatan keagamaan atau dibiasakan dalam suasana keagamaan, yang tentnya dapat diiringi dengan contoh atau teladan yang baik.
Dari teori tersebut dapat dipahami bahwa jika seorang anak taat beragama baru sampai pada taraf karena takut kepada orang tua, guru agama, ingin penghargaan, dipuji dan lain-lain, tidak perlu terburu-buru memarahinya, tetapi sebaiknya harus dibimbing terus agar sampai pada taraf kesadaran dirinya di dalam melakukan kegiatan keagamaan.

Bila dihubungkan dengan pembelajaran anak usia dini, maka dalam proses pembelajaran tersebut, seorang guru harus memahami perkembangan anak-anak didiknya. Perkembangan yang dimaksud adalah:
a.       Perkembangan fisik, merupakan perkembangan fisiologis anggota tubuh yang di dalamnya termasuk perkembangan sel-sel tubuh. Perkembangan fisiologis anak lebih cepat dari pada tahapan-tahapan lainnya.
b.      Perkembangan motorik, berhubungan dengan dinamika dan sistimatika anak-anak ketika bermain.
c.       Perkembangan intelegensi, meliputi kecerdasan, kepekaan indra, perhatian, daya imajinasi, dan penalaran yang berkembang.
d.      Perkembangan sensoris, berhubungan dengan meningkatnya atau bervariasinya kemampuan indrawi anak.
e.       Perkembangan linguistic, berhubungan dengan kemampuan berbicara anak.
f.       Perkembangan emosional, berhubungan dengan aspek emosi yang muncul pada periode anak-anak, seperti rasa takut, marah, cemburu, dan sebagainya.[19]

4        Prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini
Pendidikan anak usia dini merupakan satu kesatuan dari system pendidikan untuk semua atau yang dikenal dengan education for all. Yaitu mencakup seluruh aspek pendidikan anak usia dini dalam rangka memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini.
Jauh sebelum dipopulerkannya konsep belajar sepanjang hayat (life long education) dan pendidikan untuk semua orang (education for all), ajaran Islam abad 14 yang lalu telah mengemukakan konsep tersebut.[20] Rasulullah Saw bersabda:

“dari ibnu umar ra., ia berkata, saya mendengar rasulullah Saw bersabda: tuntutlah ilmu sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai ke liang lahat.” (HR. Baihaqi).[21]

Sabda rasulullah Saw:



“memberitahukan kepada kami abu Abdullah, memberitahukan kepada kami abu abbas al-asim, memberitahukan kepada kami abbas bin Muhammad, memberitahukan kepada kami abu nadar hasyim bin al-qasm, memberitahukan kepada kami mustalim bin sa’id dari zayid abu ‘amar, dari anas bin malik, bahwasanya rasulullah Saw besabda: menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Baihaqi).[22]
Dalam program pendidikan anak usia dini, terjadi pemenuhan berbagai macam kebutuhan anak, mulai dari kesehatan, nutrisi, dan stimulasi pendidikan, juga memberdayakan lingkungan masyarakat dimana anak itu tinggal. Prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini adalah kebenaran-kebenaran yang bersifat universal untuk menjadi dasar dalam merumuskan perangkat pembelajaran bagi anak usia dini.
Prinsip pelaksanaanprogram pendidikan anak usia dini mengacu pada prinsip umum yang terkandung dalam konvensi hak anak , yaitu:
a.       Nondiskriminasi, dimana semua anak dapat mengecap pendidikan usia dini tanpa membedakan suku bangsa, jenis kelamin, bahasa, agama, tingkat sosial, serta kebutuhan khusus setiap anak.
b.      Dilakukan demi kepentingan terbaik untuk anak (the best interest of the child), bentuk pengajaran, kurikulum yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif, emosional, konteks sosial budaya dimana anak-anak hidup.
c.       Mengakui adanya hak hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan yang sudah melekat pada anak.
d.      Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child), pendapat anak terutama yang menyangkut kehidupannya perlu mendapatkan perhatian dan tanggapan.[23]
Kemudian, prinsip pelaksanaan program pendidikan anak usia dini harus sejalan dengan prinsip pelaksanaan keseluruhan proses pendidikan, yaitu:
a.       Pengembangan diri, pribadi, karakter, serta kemampuan belajar anak diselenggarakan secara tepat, terarah, cepat dan berkesinambungan.
b.      Pendidikan dalam arti pembinaan dan pengembangan anak mencakup upaya meningkatkan sifat mampu mengembangkan diri dalam anak.
c.       Pemantapan tata nilai yang dihayati oleh anak sesuai system tata nilai hidup dalam masyarakat, dan dilaksanakan dari bawah dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat.
d.      Pendidikan anak adalah usaha sadar, usaha yang menyeluruh, terarah, terpadu, dan dilaksanakan secara bersama dan saling menguatkan oleh semua pihak yang terpanggil.
e.       Pendidikan anak adalah suatu upaya yang berdasarkan kesepakatan sosial seluruh lapisan dan golongan masyarakat.
f.       Anak mempunyai kedudukan sentral dalam pembangunan, dimana PAUD memiliki makna  strategis dalam inventasi pembangunan sumber daya manusia.
g.      Orang tua dengan keteladanan adalah pelaku utama dan pertama komunikasi dalam PAUD.
h.      Program PAUD harus melingkupi inisiatif berbasis orang tua, berbasis masyarakat, dan institusi formal pra sekolah.[24]
Pendidikan anak usia dini diarahkan dalam rangka pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Pada hakikatnya, pendidikan anak usia dini meliputi serangkaian proses aktifitas manusia yang merupakan kerangka dasar konsep pendidikan anak usia dini yang tidak bisa dipisahkan dengan masa sebelumnya, yakni prenatal, perinatal, dan postnatal. Lembaga PAUD yang berkualitas tinggi dapat mendukung peran orang tua dengan menyediakan pendidikan yang terencana semenjak usia dini.
Pentingnya pendidikan anak usia dini dapat dilihat dari peran yang diperoleh dalam proses pembelajaran anak usia dini. Peran pendidikan bagi anak usia dini, yaitu:
a.       Pendidikan sebagai proses belajar dalam diri anak. Anak harus diberikan kesempatan untuk belajar secara optimal, kapan saja, dan dimana saja. Implementasinya terwujud dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk melihat, dan menyentuh benda-benda di sekitarnya.
b.      Pendidikan sebagai proses sosialisasi. Pendidikan bukan hanya untuk mencerdaskan dan membuat anak terampil, tetapi juga membuat anak menjadi manusia yang bertanggung jawab, bermoral, dan beretika. Pendidikan juga mempersiapkan anak untuk mampu hidup sesuai dengan tuntutan zaman di masa depan.
c.       Pendidikan sebagai proses pembentukan kerjasama peran. Dengan demikian anak dapat mengetahui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling melengkapi. Manusia membutuhkan orang lain karena secara individual mempunyai kekurangan dan di sisi lain memiliki kelebihan yang dapat memberikan nilai tambah bagi orang lain.[25]
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa perlunya pendidikan anak usia dini adalah karena:
a.       Perkembangan otak anak sebelum usia satu tahun lebih cepat dan ekstensif dari yang diketahui sebelumnya. Walaupun pembentukan sel otak telah lengkap sebelum anak lahir, tetapi kematangan otak terus berlangsung sesudah anak lahir.
b.      Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh lingkungan dari yang diketahui sebelumnya.
c.       Pengaruh lingkungan awal pada perkembangan otak berdampak lama.
d.      Lingkungan tidak saja menyebabkan penambahan jumlah sel otak dan penambahan jumlah hubungan antar sel, tetapi juga bagaimana hubungan antar sel otak tersebut terjadi. Proses ini terjadi di masa usia dini dan diperluas oleh pengalaman sensorik anak dengan dunia luar.[26]
Selanjutnya, pentingnya pendidikan anak usia dini, menuntut pendekatan yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang memusatkan perhatian pada anak. Fungsi pendidikan pada anak usia dini tidak hanya sekedar untuk memberikan berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa, tetapi juga berfungsi mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasannya.



[1] Departemen Pendidikan Nasional, Apa, Mengapa Dan Siapa Yang Bertanggung Jawab Terhadap Program Pendidikan Anak Usia Dini?, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2004) h. 9
[2] Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003), h. 6
[3] Ibid, h. 20
[4] Departemen Pendidikan Nasional, Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia (Menu Pembelajaran Generic), (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002), h. 3
[5] Mansur, Pendidikan Ank Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 19
[6] Ella Sulhah Saidah, Pentingnya Stimulasi Mental Dini, dalam Bulatin PADU, Vol. 2, no. 1, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, April, 2003), h. 51-52
[7] Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 23
[8] http://www . jugaguru.com/article/all/,        , akses pada senin tanggal……, 11.00 Wib
[9] Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 54
[10] Diane E. Papalia, Sally Wendkos Olds, and Ruth Duskin Feldman, Human Development, Eighht Edition, (New York: Mc Graw-Hill, 2001), h. 13
[11] Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005), Cet. Ke-6, h. 101
[12] Diane E. Papalia, Sally Wendkos Olds, and Ruth Duskin Feldman, op. cit, h. 239
[13] Elida Prayitno, Buku Ajar Perkembangan Anak Usia Dini Dan SD (Padang: Angkasa Raya, 2005), Cet. Ke-10, h. 106
[14] Piaget dalam abu ahmadi, op. cit, h. 60
[15] Ibid, h. 67
[16] Erikson dalam Elida Prayitni, op. cit., h. 124
[17] Ibid
[18] Abu Ahmadi, op. cit., h. 73
[19] Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 22
[20] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. Ke-4, h. 101
[21] Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, Syu’bul Iman, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1410 H), juz 1, h. 20
[22] Ibid, juz 4, h. 175
[23] Mansur, op. cit., h. 100-1001
[24] Damanhuri rosadi, pendidikan anak usia dini dalam kerangka otonomi daerah, dalam bulletin PADU, edisi 3, (Jakarta:  direktorat pendidikan anak usia dini, departemen pendidikan nasional, desember, 2002), h. 51-52
[25] Mansur, op. cit., h. 103-104
[26] Ibid., h. 80

1 comment: