Monday, March 4, 2019

KENAKALAN REMAJA



B.     KENAKALAN SISWA
1.      Pengertian Kenakalan Siswa
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata nakal artinya adalah”suka berbuat kurang baik (tidak menurut, menggangu dan sebagainya. Terutama bagi anak-anak) atau buruk kelakuan”. Kenakalan adalah turunan dari bentuk kata nakal, artinya sifat nakal atau perbuatan nakal. Kenakalan termasuk tingakah laku yang menyalahi norma dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Umumnya pelaku kenakalan adalah anak-anak dan remaja.
Masa remaja menurut Mappriare (1982) berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Jadi siswa MTsN adalah remaja yang belajar di sekolah. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju masa dewasa. Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik(Hurlock, 1991). Pandangan ini didukung oleh piaget yang menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam msyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.[1]
Remaja sesungguhnya tidak mempunyai tempat yang jelas , mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi juga belum dapat diterima secara penuh untuk masuk kegolongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak-anak dan orang dewasa, remaja dikenal dengan fase “mencari jati diri”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk, 1989). Namun fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada fase yang amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik.[2]
WHO memberikan defenisi tentang remaja yang menyangkut 3 kriteria yaitu biologis, psikologis, dan social ekonomi, yaitu remaja adalah suatu masa dimana :
a.       Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual
b.      Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa
c.       Terjadi peralihan dari kebergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri.[3]
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya yaitu :
a.       Masa remaja sebagai periode penting
b.      Masa remaja sebagai periode peralihan dari tahap perkembangan ketahap berikutnya
c.       Masa remaja sebagai periode perubahan fisik dan psikisnya
d.      Masa remaja sebagai usia bermasalah. Karena masa diri mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orang lain
e.       Masa remaja sebagai masa mencari identitas
f.       Masa remaja sebagai usia menimbulkan ketakutan karena cendrung masuk dalam berperilaku merusak sehingga butuh bimbingan dari orang dewasa
g.      Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, karena menjelang berakhirnya masa remaja mereka tidak mau melepaskan kehidupan mereka yang bebas, mereka menganggap masa remaja adalah masa bebas yang penuh bahagia akan hilang.
h.      Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, para remaja semakin gelisah untuk melepaskan masa remaja menuju usia kematangan.[4]
Kenakalan siswa (remaja) atau dikenal dalam bahas latin dengan istilah Juvenile delinquency. Juvenile artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, Deliquent bearti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, dan lain-lain.[5]
Kenakalan remaja (Juvenile delinquency) adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan bentuk tingkah laku yang menyimpang.[6]
Menurut Bimo Walgito, Juvenile delinguency adalah tiap perbuatan yang bila dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan anak, khususnya anak remaja.[7]
Jadi yang dimaksud dengan kenakalan remaja adalah perbuatan-perbuatan yang menyimpang dan mengabaikan norma-norma yang berlaku sehingga menyebabkan keresahan didalam keluarga dan masyarakat.
2.      Bentuk-Bentuk Kenakalan Siswa
Perbuatan anak-anak remaja yang bersifat melawan hukum dan norma yang ada dimasyarakat dikategorikan kedalam problema sosial. Pada dasarnya problema-problema sosial menyangkut nilai moral dan sosial. Karena menyangkut tata kelakuan yang berlawanan dengan hukum-hukum dan bersifat merusak.
Adapun wujud perilaku Delinquen ini adalah :
a.       Kebut-kebutan dijalan yang mengganggu keamanan lalu lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.
b.      Perilaku ugal-ugalan, berandalan, yang mengacaukan ketentraman masyarakat sekitar.
c.       Perkelahian antargang, antarkelompok, antarsekolah, antarsuku, sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa.
d.      Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan atau bersembunyi ditempat-tempat terpencil sambil melakukan tindakkan susila.
e.       Kriminalitas anak, remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopot, merampas, menjambret, menyerang, merampok, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya,mencekik, meracun, tindak kekerasan, dan pelanggaran lainnya.
f.       Berpesta pora, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas.
g.      Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual yang didorong oleh depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan ditolak cintannya oleh seorang wanita dan lain-lain.
h.      Kecanduan dan ketagihan bahan narkoba yang bergandengan dengan tindak kejahatan.
i.        Tindak-tindak immoral seksual secara terang-terangan, tampa rasa malu dengan cara yang kasar, ada seks dan ada cinta bebas dan tanpa kendali.
j.        Homo seksual, oral dan gangguan seksual lain pada anak remaja disertai tindakan sadistis.
k.      Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga mengakibatkan kriminalitas.
l.        Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis, pembunuhan oleh ibu-ibu yang tidak kawin
m.    Tindakan ekstrim dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja.
n.      Perbuatan a-sosial dan anti-sosial lain disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja.
o.      Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak, (Adler, 1952)[8]
Dalam kondisi statis gejala juvenile delinquency atau kejahatan remaja merupakan gejala sosial yang sebagian dapat diamati serta diukur dengan kualitas dan kuantitas kedurjanaannya, namun sebagian lagi tidak bisa diamati dan tetap tersembunyi, hanya bisa dirasakan akses-aksesnya. Sedang dalam kondisi dinamis, gejala perkembanagan berlangsung secara progresif sejajar dengan perkembangan teknologi, industri dan urbanisasi.
Pada saat masyarakat dunia menjadi semakin maju dan meningkat kesejahteraan materilnya, kejahatan anak-anak remaja juga ikut meningkat, maka ironisnya, ketika negara-negara dan bangsa-bangsa menjadi lebih kaya dan makmur, kemudian kesempatan  untuk maju bagi setiap individu menjadi semakin banyak, kejahatan remaja justru semakin berkembang dengan pesat, dan ada pertambahan dari kasus-kasus anak-anak lain immoral.
3.       Faktor Pendorong Timbulnya Kenakalan Remaja
Kenakalan siswa/remaja (Juvenile delinquency) didorong oleh beberapa faktor diantaranya :
a.      Faktor Pribadi
Setiap manusia di lahirkan dalam keadaan fitrah. Bimbingan dan asuhan yang di berikan orang tua akan dapat membawa individu ke arah yang benar sehingga potensi yang baik yang ada dalam dirinya akan berkembang, sebaliknya tanpa bimbingan dari orang tua, bisa jadi potensi yang kurang baik yang ada dalam diri individu akan muncul, berbagai sifat keji akan melekat pada individu tersebut.
Anak adalah amanah yang di berikan oleh Allah SWT kepada orang tuanya. Orang tua harus menjaga amanah yang diberikan itu dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, perhatian, materi, pendidikan, dan sebagainya. Menurut Al-Ghazali kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan. Jika manusia membiasakan perbuatan baik maka ia akan menjadi baik, begitupun sebaliknya.[9]
Pengaruh agama dalam kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa perlindungan, rasa seks dan rasa puas. Perasaan positif ini lebih lanjut akan lebih menjadi pendorong untuk berbuat baik. Agama dalam kehidupan individu sering menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan harapan.
Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempelajari unsur kesesuaian dan ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terkait kepada ketentuan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya.
Agama juga sebagai pedoman bagi perilakunya,  seseorang melaksanakan perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan terhadap kasih sayang dari suatu yang gaib (supernatural).[10] Disamping itu karena individu juga dikuasai oleh naluri agresif dan tidak rasional yang mewakili nafsu yang jelek. Serta pengalaman yang diterima sejak masih kanak-kanak dan kemudian ditambah dan diperkuat ketika yang bersangkutan memasuki masa remaja.
b.      Faktor Keluarga
Pada tahap perkembangan awal sebagian besar waktu anak dihabiskan di lingkungan rumah dan dalam pengawasan keluarga. Pada saat itu, perkembangan mental, fisik dan sosial individu ada dibawah bimbingan orang tua yang terbiasa dengan pola yang berlaku dalam rumah tangga. Orang tua adalah pendidik utama bagi anak. Orang tua dituntut untuk menjaga anaknya supaya mereka terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini terdapat dalam firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 6:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
Artinya :  “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Dari ayat diatas terlihat prioritas penjagaan dan pemeliharaan kepada setiap diri diberi hak mulai dari menjaga dan memelihara diri sendiri, kemudian keluarga.
Berdasarkan dengan permasalahan ini, penanggung jaab utama terhadap kenakalan siswa/remaja adalah orang tuanya. Kondisi keluarga dapat menyumbang terhadap terjadinya kenakalan, kurang perhatian dari orang tua serta pengalaman kehidupan beragama orang tua yang kurang baik.
Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan didalamnya anak mendapat pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah. Oleh karena itu keluarga memiliki peranan yang penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif. Oleh karena itu, sejak kecil anak dibesarkan oleh keluarga dan untuk seterusnya, sebagian besar waktunya adalah di dalam keluarga maka sepantasnya kalau kemungkinan timbulnya delinguency juga besar dari keluarga.[11]
Adapun keadaan keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya delinguency yaitu:
1.      Broken Home
Menurut pandangan umum pada broken home ada kemungkinan besar bagi terjadinya kenakalan remaja. Keadaan keluarga yang tidak normal bukan hanya terjadi pada broken home akan tetapi dalam masyarakat modern sering terjadi suatu gejala adanya broken home semu ialah: kedua orang tuanya masih utuh, tetapi karena masing-masing anggota keluarga (ayah dan ibu) mempunyai kesibukan masing-masing sehingga orang tua tidak sempat memberikan perhatiannya terhadap pendidikan anak-anaknya. Dalam situasi keluarga yang seperti ini anak muda mengalami frustasi, mengalami komflik-komflik psikologis, sehingga keadaan ini juga dapat mudah mendorong anak menjadi delinquent.


2.      Jumlah Anak Yang Kurang Menguntungkan
Anak yang mendapat perlakuan istimewa dari orang tua seperti anak sulung, anak bungsu dan anak tunggal, kebanyakan mereka dimanjakan oleh orang tua dan keinginan selalu dikabulkan. Akan membuat konflik dalam jiwanya apabila suatu ketika keinginannya tidak dikabulkan akhirnya mereka akan frustasi. Pada keluarga besar, jumlah anggota keluarga yang banyak, biasanya mereka kurang pengawasan dari orang tua dan keinginan anak-anak yang tidak terpenuhi, akan membuat mereka mencari jalan pintas dengan mencuri, menipu, memeras dan lain-lain.
c.       Faktor Sekolah
Ajang pendidikan kedua bagi anak-anak setelah keluarga ialah sekolah. Masa remaja merupakan masa pembinaan dan pendidikan di sekolah terutama pada masa-masa permulaan. Selama dalam proses pembinaan dan pendidikan di sekolah biasanya terjadi interaksi antara sesama anak remaja dan dengan para pendidik.
Dalam kenyataan sering terjadi perlakuan guru di sekolah yang mencerminkan ketidakadilan. Kenyataan lain adanya sangsi-sangsi yang sama sekali tidak menunjang tercapainya tujuan pendidikan, keadaan tersebut masih diperberat lagi dengan adanya ancaman yang tidak putus-putusnya disertai disiplin yang ketat, kurang adanya interaksi yang akrab antara pendidik dan murid serta kurangnya kesibukan belajar dirumah. Kondisi negatif di sekolah tersebut kerap memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap anak, sehingga dapat menimbulkan kenakalan siswa atau remaja.
Untuk itu perlu kerja sama yang baik antara seluruh pihak sekolah, kepala sekolah, staff, guru dan masyarakat khususnya orang tua murid, maka akan terciptalah proses belajar mengajar yang baik, dan siswa akan memperoleh pendidikan yang baik pula.
d.      Keadaan Masyarakat
Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap anak-anak remaja dimana mereka hidup berkelompok. Perubahan-perubahan masyarakat yang berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang menegangkan, seperti: persaingan dibidang perekonomian, pengangguran, keanekaragaman mass-media, fasilitas rekreasi yang bervariasi pada garis besarnya mempunyai korelasi relevan dengan adanya kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan anak siswa atau remaja.
Pada dasarnya kemiskinan dan pengangguran akan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia sebab akan mempengaruhi kestabilan mental pada anak dan remaja. Tidak jarang siswa atau remaja dari keluarga miskin yang memiliki perasaan rendah diri sehingga terdorong untuk melakukan kejahatan terhadap hak milik orang lain, seperti: pencurian, penipuan, penggelapan dan lain-lain.[12]
Aktifitas lain yang menyumbang terhadap kenakalan siswa/remaja adalah pergaulan bebas diantara pria dan wanita. Peluang untuk itu antara lain disebabkan sikap tak acuh masyarakat, munculnya pusat-pusat hiburan serta pertunjukan musik yang berbaur pornoaksi dan pornografi yang sering ada di lingkungan masyarakat.
Pada dasarnya, kenakalan siswa/remaja juga menjadi tanggung jawab seluruh anggota masyarakat untuk dapat berperan aktif dalam mengatasi hal ini, agar dapat tercipta lingkungan yang aman dan tentram.


[1] Muhammad Ali Dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta : PT Bumi Ksara_2004), Hal. 9.
[2] Ibid, Hal 10.
[3] Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004) Hal 9.
[4] Elizabet  B. Hurlock. Psikologi Perkembangan, (Jakarta :Erlangga, 1996) Hal, 207-208
[5] Kartini Kartono, Kenakalan Remaja. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005) Hal 6
[6] Ibid, Hal 6
[7] Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993) Hal 5
[8] Kartini Kartono, Op Cit, hal 214
[9] A. Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1997), hal. 117
[10] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : Raja Grafindi Persada, 1998), H. 257
[11] Sudarsono, Op. Cit, h. 125
[12] Sudarsono, op. cit, h. 28

No comments:

Post a Comment