1.
Kenakalan
Siswa Dalam Perspektif Islam
Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad saw telah
memberi petunjuk tentang hal-hal yang diharuskan sebagai perbuatan terpuji dan
hal-hal yang harus ditinggalkan sebagai perbuatan tercela. Perbuatan terpuji
yang dimuat dalam Al-Qur’an dan Hadist diantaranya: tolong menolong dalam
kebaikan, menjaga kesucian diri termasuk kehormatan, menetapi janji, adil,
shidiq, bersifat ramah, pemaaf, sabar, dan lain-lain. Sedangkan perbuatan
tercela yang dimaksud adalah : zina, judi, pencurian, perampokan, penganiayaan,
pembunuhan, minum minuman keras dan lain-lain yang dapat merugikan diri sendiri
dan umat manusia.[1]
Jadi semua perbuatan atau kenakalan yang
dilakukan remaja yang dapat merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
sudah jelas dilarang dalam Islam, karena Allah dan Rasul-Nya memerintah umatnya
untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan yang buruk agar manusia menjadi orang
yang selamat di dunia dan akhirat dengan saling mengingatkan dan mengajarkan
antar sesama manusia.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur (
wur (#qçRur$yès?
n?tã
ÉOøOM}$#
Èbºurôãèø9$#ur 4
(#qà)¨?$#ur
©!$# ( ¨bÎ)
©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya : Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
2.
Cara
Mengatasi Kenakalan Siswa Dalam Perspektif Islam
Umumnya, para remaja merasa dirinya sudah
besar dalam arti bukan anak-anak lagi dan mengalami gejolak emosional dan
mental yang nantinya akan banyak mempengaruhi sikap dan penilaiannya, sehingga
remaja sudah diatur. Keadaan seperti ini akan mendorong para remaja untuk
berlaku menyimpang atau nakal.
Oleh karena itu, diperlukan sekali usaha
orang tua dan guru untuk mengarahkan mereka menuju kebaikan, menuntun mereka
untuk meraih kemuliaan, memotivasi mereka agar terdorong melakukan kebaikan dan
mengingatkan mereka agar tidak tergelincir kedalam lembah kehinaan.
Untuk mengajak dan membawa anak agar
mengikuti perbuatan dan kebiasaan yang baik tidaklah mudah, maka dari itu
diperlukan pembinaan terhadap akhlak anak supaya menjadi individu yang taat dan
patuh terhadap norma-norma dan ajaran Islam.
Pembinaan akhlak memerlukan metode yang
tepat agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik,
berbicara masalah metode Abudin Nata
menjelaskan: “Pembinaan akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau
sistem yang integral, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan
dan lainnya secara simultan yang digunakan untuk peserta didik dalam pembinaan
akhlak”.[2]
Maksudnya, semua rangkaian peribadatan dapat
dijadikan sarana dalam pembinaan akhlak, dan kegiatan itu harus dilaksanakan
terus menerus sehingga dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik dalam bersikap
dan berkepribadian yang baik
Dalam Tarbiyatul Aulad fil Islam,
secara garis besar ada lima
macam metode yang dapat digunakan untuk mengatasi kenakalan siswa yaitu :[3]
- Pendidikan dengan ketauladanan
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan
dibekali kemampuan untuk meniru hal-hal yang ia lihat pada lingkungan yang dekat
dengan hidupnya, keadaan yang terjadi disekitarnya, hal itu akan ikut berperan
membentuk karakter dan tingkah lakunya. Oleh sebab itu, pendidik harus bisa
mengambil kebijaksanaan yang harus ia lakukan dalam rangka mengkondisikan
lingkungan pendidikannya agar menjadi lingkungan yang kondusif. Salah satu
usaha itu bisa diwujudkan dalam bentuk usaha pendidikan dengan memberikan
contoh yang baik bagi peserta didik, karena guru adalah panutan begi peserta
didik.
Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam
membentuk baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak
mulia, menegakkan kebenaran dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan agama, maka anak akan tumbuh dalam kejujuran, berakhlak
mulia, berani dalam menegakkan kebenaran dan menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika
pendidik pembohong, khianat, penakut dan hina, maka anak akan tumbuh dalam
kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina.
Untuk itu dalam proses pendidikan setiap
pendidik harus berusaha menjadi tauladan bagi peserta didiknya. Teladan dalam
semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Dengan keteladanan itu dimaksudkan peserta
didik senantiasa akan mencontohkan segala sesuatu yang baik-baik dalam
perkataan maupun perbuatan.
Nabi Muhammad saw dalam mendakwahkan agama
Islam memberikan ketauladanan kepada umatnya merupakan prioritas utama yang
paling banyak ia lakukan. Nabi Muhammad saw menjelaskan tugas kenabiannya
dengan mengajarkan kepada umatnya lebih banyak dengan memperlihatkan contoh
yang baik, hal inilah yang menjadikan beliau sebagai sosok yang sangat dicintai
oleh umatnya dan menjadi orang yang disegani oleh lawan-lawannya. Beliau selalu
terlebih dahulu memperaktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah swt sebelum
menyampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang
tidak senang untuk membantah dan menuduh rasulullah saw hanya pandai bicara dan
tidak pandai mengamalkan.
Bagi seorang pendidik profil seperti yang
telah nabi Muhammad saw perlihatkan dalam dakwahnya merupakan suatu landasan
bagi seorang pendidik untuk bisa memposisikan diri sebagai tauladan yang baik
bagi para peserta didiknya, maka Abdullah Nash Ulwan berpendapat: “Keteladanan
dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil
dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan sosial etos anak.
Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak
tanduk dan sopan santunnya akan ditiru anak.”
- Pendidikan dengan adat pembiasan
Dalam kaitannya dengan metode pengajaran
dalam pendidikan Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara
yang dapat dilakukan pendidik untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap
dan bertindak sesuai dengan tujuan ajaran agama Islam.
Faktor ini perlu diterapkan pada peserta
didik sejak dini. Contoh sederhana misalnya membiasakan mengucapkan salam pada
waktu masuk dan keluar kelas, membaca basmallah setiap akan memulai pekerjaan
dan hamdalah setelah melakukan pekerjaan. Faktor pembiasaan ini hendaknya
dilakukan secara kontiniu dalam arti dilatih dengan tidak ada jemu-jemunya,
faktor ini harus dilakukan dengan menghilangkan kebiasaan buruk.
- Pendidikan dengan nasehat
Metode lain yang penting dalam pendidikan,
membentuk keimanan, mempersiapkan moral, spiritual, dan sosial anak, adalah
dengan memberikan nasehat. Sebab nasehat ini dapat membukakan mata anak-anak
tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya
dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan dengan prinsip-prinsip
Islam.
Cara ini banyak sekali dijumpai dalam
Al-Qur’an karena nasehat pada dasarnya menyampaikan pesan dari sumbernya kepada
pihak yang memerlukan. Banyak dalam Al-Qur’an berupa nasehat dan cerita
mengenai para Rasul dan Nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw yang bertujuan
menimbulkan kesadaran bagi yang mendengarkan atau yang membacanya, agar
meningkatkan iman dan berbuat amal kebaikan dalam menjalani hidup dan kehidupan
masing-masing. Seperti firman Allah swt dalam surat Luqman ayat 17:
¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r&
no4qn=¢Á9$#
öãBù&ur
Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã
Ìs3ZßJø9$#
÷É9ô¹$#ur 4n?tã
!$tB y7t/$|¹r&
( ¨bÎ) y7Ï9ºs
ô`ÏB ÇP÷tã
ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ
Artinya:
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”[4]
- Pendidikan dengan memberikan perhatian
Yang dimaksud pendidikan dengan memberikan
perhatian adalah mencurahkan, meperhatikan dan senantiasa mengikuti
perkembangan anak dalam membina akidah, moral, spiritual, dan sosial, disamping
selalu memperhatikan pendidikan jasmani dan kemampuan rohani anak.
Memberikan perhatian akan sangat membantu
psikologi anak (siswa), sebab dalam masa remaja adalah masa-masa haus dengan
perhatian. Terkadang untuk mencari perhatian, dia akan melakukan
kegiatan-kegiatan menarik perhatian agar orang lain memperhatikannya. Kondisi
seperti ini bisa kita ibaratkan dengan seorang balita yang menangis karena
ingin mendapatkan pelukan kasih sayang ibunya, maka tiada lain yang dapat
menenangkannya adalah dengan cara menghadirkan ibunya. Begitupun masa remaja,
seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa usia remaja merupakan usia yang
membutuhkan perhatian bagi orang sekitarnya, karena ia sudah mempunyai
keinginan untuk dihargai oleh lingkungannya. Untuk membimbing mereka menjadi
remaja-remaja yang berkualitas salah satunya adalah memberikan perhatian kepada
mereka.
- Pendidikan dengan hukuman
Disamping metode-metode yang dibahas di
atas, metode hukuman juga diterapkan oleh seorang pendidik dalam menjalankan
proses pendidikan yang sedang dilaksanakan. Menurut Muhammad Quthb yang dikutip
oleh Abuddin Nata mengatakan: “Bila teladan dan nasehat tidak mampu, maka pada
waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di
tempat yang benar. Tindak tegas itu adalah hukuman.[5]
Sedangkan menurut Amir Daen Indra Kusuma
yang dikutip oleh Ramayulis mendefenisikan bahwa hukuman sebagai tindakan yang
dijatuhkan kepada anak secara sadar dan mengeja sehingga menimbulkan nestapa,
sehingga anak akan menjadi sadar dan berjanji tidak akan mengulanginya.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa
pendidikan dengan hukuman merupakan merupakan metode yang dapat memberikan
dampak psikologis bagi para peserta didiknya. Namun menerapkan cara seperti ini
hanya bisa dilakukan apabila metode yang lain tidak lagi mampu merubah sikap
dan tingkah lakunya.
Dalam al-Qur’an, hukuman bisa dikenal dengan
nama azab, seperti dalam firman Allah swt yang terdapat dalam At-Taubah
ayat 74 yaitu:
bÎ)ur (#öq©9uqtGt ãNåkö5Éjyèã ª!$#
$¹/#xtã
$VJÏ9r&
Îû $u÷R9$#
ÍotÅzFy$#ur 4
$tBur
öNçlm; Îû ÄßöF{$# `ÏB
<cÍ<ur wur 9ÅÁtR
(التوبة: ٧٤)
Artinya:
Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab
yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai
pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.[6]
Ayat di atas selain mengakui keberadaan
hukuman dalam rangka perbaikan umat manusia, juga menunjukan bahwa hukuman itu
tidak diberlakukan kepada seluruh manusia, melainkan khusus kepada
manusia-manusia yang melakukan pelanggaran-pelanggaran saja. Manusia yang seperti
itu biasanya sudah sulit diperbaiki dengan nasehat atau keteladanan, melainkan
harus lebih berat lagi, yaitu hukuman.
Bagi peserta didik yang melakukan kesalahan
patut mendapatkan hukuman yang bersifat edukatif. Maka seorang pendidik harus
berusaha memberikan pengertian kepada peserta didiknya, bahwa yang dihukum itu
ialah kesalahan mereka. Apabila kesadaran ini adalah dalam hati peserta didik,
mereka akan sadar bahwa kesalahan yang mereka perbuat akan membawa sengsara dan
kerugian bagi diri sendiri dan juga bagi masyarakat, kesadaran inilah yang akan
melahirkan akhlak yang baik dari dalam diri mereka.
Demikianlah secara garis besar metode yang
digunakan dalam upaya pembinaan akhlak yang terpuji bagi siswa (remaja). Jika
keseluruhan metode tersebut terlaksana dengan baik insyaallah akan terbentuklah
manusia yang berkepribadian mulia sebagaimana yang dianjurkan dalam Islam.
[1] Ibid, hal 59
[2] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003),
hal. 153
[3] Abdul Nash Ulwan,
Tarbiyatul Aulad Fil Islam, (Pedoman
Pendidikan Anak Dalam Islam), Terjemahan Saifullah Kamalia, dkk, (Semarang
: Asyita, 1984) Jilid 2 hal 2.
[4] Departemen Agama RI. Op.cit., h.65
[5] Abuddin Nata, Op.Cit.,hal 130
[6] Depertemen Agama RI, Op.cit.,h. 291-292
No comments:
Post a Comment