Monday, March 4, 2019

C. KENAKALAN SISWA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN CARA MENGATASINYA



1.      Kenakalan Siswa Dalam Perspektif Islam
Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad saw telah memberi petunjuk tentang hal-hal yang diharuskan sebagai perbuatan terpuji dan hal-hal yang harus ditinggalkan sebagai perbuatan tercela. Perbuatan terpuji yang dimuat dalam Al-Qur’an dan Hadist diantaranya: tolong menolong dalam kebaikan, menjaga kesucian diri termasuk kehormatan, menetapi janji, adil, shidiq, bersifat ramah, pemaaf, sabar, dan lain-lain. Sedangkan perbuatan tercela yang dimaksud adalah : zina, judi, pencurian, perampokan, penganiayaan, pembunuhan, minum minuman keras dan lain-lain yang dapat merugikan diri sendiri dan umat manusia.[1]
Jadi semua perbuatan atau kenakalan yang dilakukan remaja yang dapat merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sudah jelas dilarang dalam Islam, karena Allah dan Rasul-Nya memerintah umatnya untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan yang buruk agar manusia menjadi orang yang selamat di dunia dan akhirat dengan saling mengingatkan dan mengajarkan antar sesama manusia.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

2.      Cara Mengatasi Kenakalan Siswa Dalam Perspektif Islam
Umumnya, para remaja merasa dirinya sudah besar dalam arti bukan anak-anak lagi dan mengalami gejolak emosional dan mental yang nantinya akan banyak mempengaruhi sikap dan penilaiannya, sehingga remaja sudah diatur. Keadaan seperti ini akan mendorong para remaja untuk berlaku menyimpang atau nakal.
Oleh karena itu, diperlukan sekali usaha orang tua dan guru untuk mengarahkan mereka menuju kebaikan, menuntun mereka untuk meraih kemuliaan, memotivasi mereka agar terdorong melakukan kebaikan dan mengingatkan mereka agar tidak tergelincir kedalam lembah kehinaan.
Untuk mengajak dan membawa anak agar mengikuti perbuatan dan kebiasaan yang baik tidaklah mudah, maka dari itu diperlukan pembinaan terhadap akhlak anak supaya menjadi individu yang taat dan patuh terhadap norma-norma dan ajaran Islam.
Pembinaan akhlak memerlukan metode yang tepat agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik, berbicara masalah  metode Abudin Nata menjelaskan: “Pembinaan akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integral, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan yang digunakan untuk peserta didik dalam pembinaan akhlak”.[2]
Maksudnya, semua rangkaian peribadatan dapat dijadikan sarana dalam pembinaan akhlak, dan kegiatan itu harus dilaksanakan terus menerus sehingga dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik dalam bersikap dan berkepribadian yang baik
Dalam Tarbiyatul Aulad fil Islam, secara garis besar ada lima macam metode yang dapat digunakan untuk mengatasi kenakalan siswa yaitu :[3]
  1. Pendidikan dengan ketauladanan
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dibekali kemampuan untuk meniru hal-hal yang ia lihat pada lingkungan yang dekat dengan hidupnya, keadaan yang terjadi disekitarnya, hal itu akan ikut berperan membentuk karakter dan tingkah lakunya. Oleh sebab itu, pendidik harus bisa mengambil kebijaksanaan yang harus ia lakukan dalam rangka mengkondisikan lingkungan pendidikannya agar menjadi lingkungan yang kondusif. Salah satu usaha itu bisa diwujudkan dalam bentuk usaha pendidikan dengan memberikan contoh yang baik bagi peserta didik, karena guru adalah panutan begi peserta didik.
Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam membentuk baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, menegakkan kebenaran dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka anak akan tumbuh dalam kejujuran, berakhlak mulia, berani dalam menegakkan kebenaran dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika pendidik pembohong, khianat, penakut dan hina, maka anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina.
Untuk itu dalam proses pendidikan setiap pendidik harus berusaha menjadi tauladan bagi peserta didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Dengan keteladanan itu dimaksudkan peserta didik senantiasa akan mencontohkan segala sesuatu yang baik-baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Nabi Muhammad saw dalam mendakwahkan agama Islam memberikan ketauladanan kepada umatnya merupakan prioritas utama yang paling banyak ia lakukan. Nabi Muhammad saw menjelaskan tugas kenabiannya dengan mengajarkan kepada umatnya lebih banyak dengan memperlihatkan contoh yang baik, hal inilah yang menjadikan beliau sebagai sosok yang sangat dicintai oleh umatnya dan menjadi orang yang disegani oleh lawan-lawannya. Beliau selalu terlebih dahulu memperaktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah swt sebelum menyampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh rasulullah saw hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan.
Bagi seorang pendidik profil seperti yang telah nabi Muhammad saw perlihatkan dalam dakwahnya merupakan suatu landasan bagi seorang pendidik untuk bisa memposisikan diri sebagai tauladan yang baik bagi para peserta didiknya, maka Abdullah Nash Ulwan berpendapat: “Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan sosial etos anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya akan ditiru anak.”
  1. Pendidikan dengan adat pembiasan
Dalam kaitannya dengan metode pengajaran dalam pendidikan Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan pendidik untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tujuan ajaran agama Islam.
Faktor ini perlu diterapkan pada peserta didik sejak dini. Contoh sederhana misalnya membiasakan mengucapkan salam pada waktu masuk dan keluar kelas, membaca basmallah setiap akan memulai pekerjaan dan hamdalah setelah melakukan pekerjaan. Faktor pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara kontiniu dalam arti dilatih dengan tidak ada jemu-jemunya, faktor ini harus dilakukan dengan menghilangkan kebiasaan buruk.
  1. Pendidikan dengan nasehat
Metode lain yang penting dalam pendidikan, membentuk keimanan, mempersiapkan moral, spiritual, dan sosial anak, adalah dengan memberikan nasehat. Sebab nasehat ini dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan dengan prinsip-prinsip Islam.
Cara ini banyak sekali dijumpai dalam Al-Qur’an karena nasehat pada dasarnya menyampaikan pesan dari sumbernya kepada pihak yang memerlukan. Banyak dalam Al-Qur’an berupa nasehat dan cerita mengenai para Rasul dan Nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw yang bertujuan menimbulkan kesadaran bagi yang mendengarkan atau yang membacanya, agar meningkatkan iman dan berbuat amal kebaikan dalam menjalani hidup dan kehidupan masing-masing. Seperti firman Allah swt dalam surat Luqman ayat 17:
¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ  
Artinya:   “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”[4]

  1. Pendidikan dengan memberikan perhatian
Yang dimaksud pendidikan dengan memberikan perhatian adalah mencurahkan, meperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam membina akidah, moral, spiritual, dan sosial, disamping selalu memperhatikan pendidikan jasmani dan kemampuan rohani anak.
Memberikan perhatian akan sangat membantu psikologi anak (siswa), sebab dalam masa remaja adalah masa-masa haus dengan perhatian. Terkadang untuk mencari perhatian, dia akan melakukan kegiatan-kegiatan menarik perhatian agar orang lain memperhatikannya. Kondisi seperti ini bisa kita ibaratkan dengan seorang balita yang menangis karena ingin mendapatkan pelukan kasih sayang ibunya, maka tiada lain yang dapat menenangkannya adalah dengan cara menghadirkan ibunya. Begitupun masa remaja, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa usia remaja merupakan usia yang membutuhkan perhatian bagi orang sekitarnya, karena ia sudah mempunyai keinginan untuk dihargai oleh lingkungannya. Untuk membimbing mereka menjadi remaja-remaja yang berkualitas salah satunya adalah memberikan perhatian kepada mereka.
  1. Pendidikan dengan hukuman
Disamping metode-metode yang dibahas di atas, metode hukuman juga diterapkan oleh seorang pendidik dalam menjalankan proses pendidikan yang sedang dilaksanakan. Menurut Muhammad Quthb yang dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan: “Bila teladan dan nasehat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindak tegas itu adalah hukuman.[5]
Sedangkan menurut Amir Daen Indra Kusuma yang dikutip oleh Ramayulis mendefenisikan bahwa hukuman sebagai tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan mengeja sehingga menimbulkan nestapa, sehingga anak akan menjadi sadar dan berjanji tidak akan mengulanginya.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa pendidikan dengan hukuman merupakan merupakan metode yang dapat memberikan dampak psikologis bagi para peserta didiknya. Namun menerapkan cara seperti ini hanya bisa dilakukan apabila metode yang lain tidak lagi mampu merubah sikap dan tingkah lakunya.
Dalam al-Qur’an, hukuman bisa dikenal dengan nama azab, seperti dalam firman Allah swt yang terdapat dalam At-Taubah ayat 74 yaitu:
bÎ)ur (#öq©9uqtGtƒ ãNåkö5Éjyèムª!$# $¹/#xtã $VJŠÏ9r& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur 4 $tBur öNçlm; Îû ÄßöF{$# `ÏB <cÍ<ur Ÿwur 9ŽÅÁtR  (التوبة: ٧٤)
Artinya: Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.[6]
Ayat di atas selain mengakui keberadaan hukuman dalam rangka perbaikan umat manusia, juga menunjukan bahwa hukuman itu tidak diberlakukan kepada seluruh manusia, melainkan khusus kepada manusia-manusia yang melakukan pelanggaran-pelanggaran saja. Manusia yang seperti itu biasanya sudah sulit diperbaiki dengan nasehat atau keteladanan, melainkan harus lebih berat lagi, yaitu hukuman.
Bagi peserta didik yang melakukan kesalahan patut mendapatkan hukuman yang bersifat edukatif. Maka seorang pendidik harus berusaha memberikan pengertian kepada peserta didiknya, bahwa yang dihukum itu ialah kesalahan mereka. Apabila kesadaran ini adalah dalam hati peserta didik, mereka akan sadar bahwa kesalahan yang mereka perbuat akan membawa sengsara dan kerugian bagi diri sendiri dan juga bagi masyarakat, kesadaran inilah yang akan melahirkan akhlak yang baik dari dalam diri mereka.
Demikianlah secara garis besar metode yang digunakan dalam upaya pembinaan akhlak yang terpuji bagi siswa (remaja). Jika keseluruhan metode tersebut terlaksana dengan baik insyaallah akan terbentuklah manusia yang berkepribadian mulia sebagaimana yang dianjurkan dalam Islam.


[1] Ibid, hal 59
[2] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 153
[3] Abdul Nash Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam, (Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam), Terjemahan Saifullah Kamalia, dkk, (Semarang : Asyita, 1984) Jilid 2 hal 2.

[4] Departemen Agama RI. Op.cit., h.65
[5] Abuddin Nata, Op.Cit.,hal 130
[6] Depertemen Agama RI, Op.cit.,h. 291-292

No comments:

Post a Comment